Samarra, Irak (ANTARA News) - Seorang penyerang bunuh diri meledakkan bom mobil di luar sebuah bangunan yang ditempati aparat kepolisian di kota Samarra, Irak utara, Senin, menewaskan 13 polisi dan melukai 25 orang, kata sumber-sumber kepolisian dan rumah sakit.

Korban adalah anggota skwadron persenjataan khusus elit yang dikirim ke Samarra untuk melindungi tempat-tempat suci selama acara keagamaan Syiah belum lama ini, kata satu sumber kepolisian, seperti dilaporkan Reuters.

Penyerang menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan yang ditempati tim SWAT dari provinsi Maysan, Irak selatan.

Samarra, 100 kilometer sebelah utara Baghdad, diguncang serangan bom bunuh diri lain yang ditujukan pada peziarah Syiah sembilan hari lalu. Penyerang meledakkan rompi bom di sebuah terminal bis yang ramai di luar kota itu, menewaskan sedikitnya 48 orang dan melukai 80 lain.

Serangan itu terjadi selama peringatan kematian Hasan al-Askari, salah satu dari 12 imam keramat Syiah. Acara keagamaan Syiah dilarang di bawah pemerintah (Sunni) Saddam Hussein, yang digulingkan dalam invasi pimpinan AS pada 2003.

Peziarah Syiah berulang kali menjadi sasaran serangan mematikan gerilyawan Sunni meski kini mereka melemah.

Pada 10 Februari, serangan bom mobil di dekat Dujail terhadap peziarah Syiah yang sedang menuju Samarra menewaskan delapan orang dan melukai 30 lain.

Serangan Senin itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan setelah penarikan pasukan AS.

Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.

Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.

Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu.

Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.

Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.

Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011