Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan PKS lebih rentan diceraikan dari koalisi dibandingkan Partai Golkar mengingat suara yang dimiliki lebih kecil dibandingkan Golkar.

"Kemungkinan PKS yang akan diceraikan dan Gerindra penggantinya, PKS lebih rentan," katanya di Akbar Tanjung Institute, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, dengan representasi yang dimiliki PKS sebesar sepuluh persen dibandingkan Golkar yang memiliki 19 persen kursi di DPR, secara matematis, PKS lebih rentan untuk diceraikan.

Ia mengatakan, untuk mendepak partai Golkar dan PKS dari koalisi, maka SBY harus mampu menarik PDIP masuk ke dalam pemerintahan. Sebab dua partai tersebut setidaknya memiliki 29 persen suara. Bila semuanya didepak maka pemerintahan hanya akan didukung 46 persen suara.

Sementara bila Gerindra masuk ke koalisi, hal ini belum membuat koalisi aman sebab hanya akan bertambah menjadi 50 persen suara. Hal ini belum membuat pemerintahan kuat dan aman.

Menurut dia, mendepak Partai Golkar semata dan mempertahankan PKS juga dinilai kurang nyaman, sebab hanya akan menambah amunisi bagi oposisi. Dengan 19 persen suara, amunisi untuk menambah oposisi cukup signifikan. Apalagi Golkar memiliki segudang pengalaman dan licin dalam berpolitik yang lebih merepotkan bila berada di luar pemerintahan.

Selain itu, menurut dia, mendepak Golkar, maka Demokrat terlihat dalam kepungan partai-partai Islam, sementara bila mendepak PKS, maka setidaknya sekutu nasionalis bagi demokrat akan berkurang.

Ia mengatakan, salah satu hal PKS dipertimbangkan adalah termasuk salah satu partai politik yang mengusung pasangan SBY-Boediono sementara Golkar bukan pengusung pasangan tersebut. "Golkar kan masuk di tikungan," katanya.

Ia menambahkan, pemberian ganjaran dan sanksi bagi partai politik diperlukan untuk memperkuat soliditas koalisi. Ia menilai, bila kedua partai politik itu dibiarkan maka akan muncul demoralisasi dari partai lainnya. Sementara bagi kalangan intern Demokrat, SBY dinilai lebih percaya pada Golkar dan PKS.

Ia juga menilai bila sanksi hanya mengurangi jumlah menteri yang dimiliki, tidak akan menyelesaikan masalah, namun hanya menunda masalah. "Kemarahan PKS tak akan diredam dengan pengurangan jatah menteri, hanya menunda masalah," katanya.

Menurut dia, Golkar dan PKS tidak mungkin mengundurkan diri. Menurut dia keduanya lebih menunggu untuk dipecat dari koalisi, sebab hal itu dapat dimanfaatkan untuk pencitraan.

"PKS saat ini mengulur-ulur waktu, kalau ia kemudian dipecat dari koalisi, ia bisa menjadikan hal itu pencitraan untuk memperoleh dukungan, bahwa ada persekongkolan Golkar dan Demokrat. Ini saya kira efektif untuk menarik suara," katanya.

Di sisi lain, menurut dia, pemecatan terhadap PKS, akan mendorong konsolidasi tingkat akar rumput partai tersebut yang didominasi dari kalangan menengah kota dan terdidik yang selama ini merasa tidak puas dengan pemerintah.

Ia menambahkan, melihat karakter SBY, ia menyakini PKS tidak akan dipecat secara radikal tanpa diberikan kompensasi. "SBY ingin mengakomodir semua pihak," katanya.(*)

(T.M041/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011