Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah belum mempertimbangkan tiga opsi pengaturan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubisidi yang diajukan berdasarkan kajian oleh Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi.

"Hingga saat ini pemerintah belum melakukan rencana maupun keputusan apapun," ujar Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, di Jakarta, Rabu.

Hatta juga enggan berkomentar mengenai kemungkinan pemerintah mengambil opsi untuk menaikkan harga premium sebesar Rp500 per liter dan akan memberlakukan pada April 2011.

"Kalau tim merekomendasikan bisa saja, tapi pemerintah kan punya keputusan, punya standing untuk memutuskan karena ada hal yang harus kita putuskan, tidak tiba-tiba menaikkan, tidak begitu harus kita lihat," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah saat ini sedang memantau pergerakan harga minyak dunia, apalagi nilai kurs rupiah yang sedang menguat tidak menganggu anggaran subsidi BBM dalam APBN 2011.

"Kita sekarang sedang mengamati, begini walaupun harga minyak ini naik, tapi kita juga tertolong dengan kurs rupiah menguat. Ingat dulu pada 2010 kemarin ketika konsumsi BBM naik tajam dari 36 sekian juta menjadi hampir 40 juta, tapi kan rupiahnya tidak terganggu dan cukup, karena kurs rupiah kita kuat dari asumsi Rp9.200 sekarang Rp8.000 sekian," ujarnya.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Bambang Brodjonegoro, mengatakan bahwa saat ini harga minyak dunia yang sedang bergejolak menjadi perhatian pemerintah, untuk itu apapun opsi yang dipilih diharapkan tidak membebani anggaran.

"Masih dihitung lonjakan belanja dari subsidi karena kenaikan harga minyak, tapi juga ada kemungkinan belanja-belanja tambahan yang belum diidentifikasi," ujarnya.

Ketua Tim Pengawasan Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi, Anggito Abimanyu, memastikan bahwa ada tiga opsi pembatasan yang akan diajukan kepada pemerintah dan DPR untuk segera direalisasikan.

Menurut dia, opsi pertama adalah menaikkan harga premium Rp500 per liter, namun untuk angkutan umum diberikan semacam cash back atau jaminan kembalian, sehingga tarifnya tidak naik.

"Itu berarti kendaraan bermotor maupun mobil pribadi harus membayar biaya tambahan, termasuk kendaraan umum, tapi untuk kendaraan umum dengan sistem cash back, karena mereka melakukan pelayanan umum kepada masyarakat," ujarnya.

Opsi kedua, lanjut Anggito, perpindahan penggunaan BBM bagi kendaraan pribadi dari premium kepada Pertamax, agar ada pengurangan konsumsi BBM bersubsidi oleh pengguna kendaraan pribadi yang saat ini mencapai angka 3 juta kiloliter per tahun.

Menurut dia, opsi tersebut ditetapkan dengan menjaga harga pertamax berdasarkan survey atas kemampuan daya beli masyarakat sekitar Rp8.000 per liter.

"Jadi mereka pindah ke pertamax, hanya pada harga berapa ditetapkan? Yang paling feasible adalah kalau penetapan harga sekitar Rp8.000, berdasarkan survei kemampuan daya beli masyarakat pengguna pertamax sekarang," ujar Anggito.

Opsi ketiga, ia mengatakan, pemerintah dapat melakukan penjatahan konsumsi premium dengan sistem kendali penjatahan yang berlaku tidak hanya untuk kendaraan umum tapi juga kendaraan pribadi.

"Jadi ada penjatahan. Itu berlaku tidak hanya untuk kendaraan angkutan umum tapi juga untuk motor diberikan semacam penjatahan," ujarnya.
(T.S034/S006)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011