Tripoli (ANTARA News/AFP) - Pemimpin Libya Moamar Gaddafi berdiri kokoh pada Rabu, menuduh Barat merencanakan merebut minyak negaranya dan pemberontaknya adalah pengkhianat dukungan Al Qaida, saat pasukannya menembaki daerah kekuasaan pemberontak.

"Negara penjajah itu merancang persekongkolan untuk melecehkan orang Libya, menjadikan mereka budak dan mengendalikan minyak," katanya di televisi negara.

Pernyataan itu ditujukan kepada rakyat Zintan, 120 kilometer barat daya Tripoli, yang berada di tangan pemberontak, tapi dikepung pasukannya.

Ia kembali menyatakan Al Qaida berada di balik pemberontakan itu, yang dimulai pada 15 Februari, dan menyeru penduduk Benghazi, pangkalan utama pemberontak, "membebaskan" kota timur tersebut.

Gaddafi membuat tuduhan serupa terhadap negara Barat, terutama Prancis, dalam wawancara ditayangkan saluran televisi LCI Prancis dan televisi Turki pada Rabu.

"Jika Al Qaida berhasil merebut Libya, maka seluruh kawasan ini, sampai Israel, akan di mangsa kekacauan," katanya kepada saluran umum Turki TRT.

Suara tembakan meriam dan empat ledakan besar terdengar pada Rabu pagi dari barat kota minyak terkuasai pemberontak, Ras Lanuf, tempat pemberontak bersenjata ringan berusaha menduduki Bin Jawad, sekitar 30 kilometer dari sana.

Pesawat terbang rendah, tapi tidak melancarkan serangan.

Pemberontak menyatakan pasukan mereka berada 20 kilometer di barat Ras Lanuf, sementara pasukan pemerintah belum beranjak dari Bin Jawad, tempat juru bicara pemberontak pada Selasa menyatakan mereka sudah masuk.

Dari Zawiyah, sebelah barat Tripoli, mantan pejabat, Murad Hemayma, menyatakan Gaddafi ingin mengambil alih kota itu pada Rabu setelah beberapa hari pengepungan, yang merenggut banyak korban rakyat.

"Di setiap sudut ada orang menembak," katanya, "Masyarakat antarbangsa harus melakukan sesuatu."

Saat tekanan bertambah dari dalam Libya dan tempat lain di dunia Arab untuk daerah larangan terbang, Gedung Putih menyatakan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Inggris David Cameron sepakat memajukan rencana, termasuk di NATO, tentang berbagai kemungkinan tanggapan.

Langkah sedang dipertimbangkan, termasuk pengawasan, bantuan kemanusiaan, embargo senjata dan daerah larangan terbang, kata Gedung Putih.

Cameron menyatakan dunia tidak bisa berdiri di pinggir, sementara Gaddafi melakukan "hal buruk" kepada rakyat Libya. "Kita harus menyiapkan yang kita mungkin harus lakukan jika ia terus menyiksa rakyatnya," tambahnya.

Inggris dan Prancis membuat seruan paling gencar di antara negara Barat bagi daerah larangan terbang untuk menghentikan pasukan Gaddafi menyerang kekuatan lawan dan pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York menyatakan Dewan Keamanan membahas masalah itu.

Washington nyata kurang berminat dalam kemungkinan memberlakukan daerah larangan terbang daripada beberapa sekutunya, dengan pejabat menyatakan bahwa itu mungkin perlu merebut pertahanan udara Libya.

"Saya pikir sangat penting bahwa itu bukan upaya pimpinan Amerika Serikat, karena berasal dari orang Libya sendiri," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton pada Sky News, "Kami pikir adalah penting bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat keputusan itu."

Di Kairo, duta besar Amerika Serikat untuk Libya Gene Cretz dan pejabat lain negara adidaya itu bertemu dengan anggota lawan, yang berusaha menggulingkan Gaddafi, kata Departemen Luar Negeri, yang menolak untuk menyebut nama.(*)

(Uu.B002/H-RN)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011