Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia lewat Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa membantah keras berita dalam dua surat kabar harian Australia The Age dan Sydney Morning Herald yang bersumber dari WikiLeaks.

"Indonesia membantah keras semua informasi yang ada dalam pemberitaan dan menyatakan berita itu sebagai hal yang tidak berdasar, tanpa kebenaran," kata Marty dalam jumpa pers pada Jumat di Jakarta.

Dalam harian The Age yang terbit pada 11 Maret disebutkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlibat kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dengan melindungi koruptor serta menggunakan dinas intelijen untuk memata-matai lawan politiknya.

Pemberitaan itu mengutip WikiLeaks yang mempublikasikan bocoran dokumen kawat diplomatik Kedutaan Besar AS di Jakarta.

"Hal itu lebih cocok disebut sebagai gunjingan karena pemberitaannya berdasarkan kawat-kawat diplomatik suatu perwakilan yang diperoleh dari komunikasi-komunikasi atau acara-acara sehingga masih berupa informasi mentah," tambah Marty.

Karena itu Marty meminta klarifikasi dari mengenai informasi tersebut karena Indonesia dikenal sebagai negara yang sudah melakukan usaha keras untuk memberantas korupsi dan menegakkan tata kelola pemerintahan.

"WikiLeaks sangat tidak bertanggung jawab dan saya menyampaikan rasa prihatin mendalam kepada Presiden SBY dan seluruh rakyat Indonesia," kata Dubes Scot Marciel yang juga hadir dalam jumpa pers tersebut.

Namun ia mengatakan bahwa pemerintah AS tidak akan berkomentar mengenai isi dari dokumen yang bocor tersebut.

"Merupakah hal lumrah bahwa staf kedubes untuk melaporkan apa yang terjadi di satu negara kepada pusat (Washington) namun informasi itu berbentuk apa adanya, belum lengkap sehingga bukanlah bentuk kebijakan pemerintah AS," jelas Scot.

Marty mengatakan bahwa Indonesia sangat berkepentingan untuk meminta pihak AS memberikan konfirmasi karena hal itu adalah masalah kedutaan AS sehingga keluar kawat diplomatik tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Prinsip pemerintah AS memang tidak bisa membenarkan atau membantah informasi dalam WikiLeaks karena memang mereka tidak bisa mengonfirmasi apakah berita-berita yang beredar berdasar kawat rahasia mereka," ujar Marty.

Namun, ia menilai, khusus untuk kasus WikiLeaks di Indonesia, AS kali ini dengan jelas menyatakan kawat-kawat tersebut adalah informasi mentah dan bukan informasi intelijen atau fakta atau akurat.

"Istilah yang dipakai Kedubes AS adalah "tidak bisa dibuktikan kebenarannya" dan bahkan ditambah ungkapan penyesalan tentang apa yang terjadi, jadi bahkan pemerintah AS sudah menjauhkan dirinya dari fakta informasi tersebut," tambah Marty.

Marty mengatakan Presiden SBY menganggap berita dalam harian The Age dan Sydney Morning Herald itu berlebihan.

"Presiden SBY mengedepankan sikap yang terukur, rasional, tidak emosional namun tetap sama dan menggambarkan hal ini keterlaluan," tambah Marty.

Ia menyebutkan bahwa isu tersebut tidak akan dimasukkan dalam agenda nasional karena sumbernya tidak bisa dipercayai.

"Saya bahkan tidak menggunakan istilah rumor karena bila menggunakan istilah tersebut artinya banyak pembicaraan mengenai hal tersebut di Jakarta, padahal hal itu hanya pembicaraan dalam diskusi pribadi yang mungkin dilaporkan diplomat AS, lebih tepat disebut gunjingan," tegas Marty.

Ia berharap agar pemberitaan dapat memilah mana informasi yang berupa opini dan mana yang adalah fakta namun menolak untuk berkomentar mengenai respon individu-individu yang masuk dalam pemberitaan tersebut.

Marty mengatakan pemerintah Indonesia secepatnya akan mengajukan hak jawab kepada kedua media Australia tersebut.

The Age mempublikasikan berita surat kabar tersebut dalam versi digitalnya melalui laman http://www.theage.com.au/frontpage/2011/03/11/frontpage.pdf , sedangkan Sydney Morning Herald mempublikasikan koran berita versi digital (e-paper) melalui laman http://smh.newspaperdirect.com/epaper/viewer.aspx .
(KR-DLN/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011