Jakarta (ANTARA News) - Korban dan keluarga korban serangan teroris yang tergabung dalam Global Survivors Network menggelar kampanye antiterorisme dengan memutar film dokumenter "Killing in The Name" di Pondok Pesantren Darun Najah, Jakarta, Minggu.

"Hingga kini sudah ada sepuluh negara yang kami kunjungi, salah satunya Indonesia," kata Direktur Global Survivors Network (GSN) Carie Lemacks.

Dalam kampanye di Indonesia, GNS bekerja sama dengan International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dan Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (Askobi).

Selain di Darun Najah, pemutaran film juga akan digelar di Pesantren Al Hikam Malang, Jawa Timur, asuhan KH Hasyim Muzadi yang juga Sekjen ICIS, Senin (14/3), dan di Pesantren Asshidiqiyah Jakarta asuhan KH Nur Iskandar SQ, Selasa (15/3).

Carie, yang ibunya tewas dalam pesawat yang ditabrakkan ke World Trade Center (WTC) 10 tahun silam, menyatakan, kampanye antiterorisme tersebut dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih besar lagi sekaligus agar para korban bom teroris bisa bicara lantang.

"Kita ingin mereka bicara. Belum lama ini kampanye dilakukan di Jordania. Apapun alasannya, membunuh orang yang tidak bersalah tidak diperbolehkan," kata Carie yang optimistis kampanye yang dilakukan GSN akan berdampak besar.

Carie mengungkapkan, di setiap negara yang dikunjungi, kegiatan kampanye antiterorisme tersebut mendapat respon positif dari masyarakat, karena itu pihaknya akan terus berkampanye di seluruh penjuru dunia.

Kampanye pemutaran film di Pesantren Darun Najah dihadiri peneliti ICIS, sejumlah perwakilan duta besar negara sahabat, pimpinan pondok pesantren Darun Najah, santri, puluhan korban bom terorisme di Indonesia, dan sejumlah kalangan yang peduli terhadap masalah terorisme.

Film "Killing in The Name" sempat masuk nominasi piala Oscar untuk kategori film dokumenter pendek terbaik.

Film ini mengisahkan kehidupan Ashraf Al-Khaled, seorang pemuda asal Aman, Yordania, yang keluarganya tewas akibat serangan teroris saat perayaan pernikahannya.

Seorang pria yang nekad melakukan bom bunuh diri melangkah masuk ke tempat pernikahan Ashraf dan dalam sekejap mata 27 nyawa terenggut paksa, termasuk kedua ayah mempelai.

Ashraf tak mau tinggal diam, ia tak ingin peristiwa yang sama terulang lagi. Dengan sekuat tenaga Ashraf mulai mencoba membangkitkan kesadaran bahwa tidak ada yang mulia dari tindakan terorisme.

Pekerjaan ini tak mudah karena di negeri yang mayoritas dihuni oleh pemeluk Islam, membicarakan soal terorisme bukanlah sesuatu yang wajar. Namun itu tidak membuat surut langkah Ashraf.

Dalam film itu, Ashraf melakukan protes terhadap aksi terorisme di banyak negara, termasuk di Indonesia.

Ia bahkan sempat datang ke Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, untuk berdiskusi langsung dengan keluarga dan santri pondok pesantren Al-Islam yang diasuh keluarga Amrozi, pelaku bom Bali.(*)

(S024/R010)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011