Jakarta (ANTARA News) - Minimnya peran politik warga keturunan etnis Tionghoa di Indonesia, dinilai akibat masih adanya sikap diskriminasi yang dilakukan aparat pemerintahan. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengerdilkan perkembangan warga Tionghoa, padahal saat ini, sedang dibutuhkan 'jembatan' yang mewadahi pengusaha dan pemerintah, kata Sekjen Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan) Jackson Kumaat di Jakarta, Minggu, menanggapi Refleksi Tahun Baru Imlek 2560. "Masih banyak saudara kita keturunan Tionghoa yang terbelenggu dengan sikap diskriminasi oleh oknum aparat pemerintahan, sehingga mereka kesulitan mengembangkan usaha, karir dan di dunia politik," ujarnya. Lebih lanjut Jackson mengatakan, sudah saatnya pemerintah membuka saluran komunikasi dan membuka peran warga keturunan Tionghoa, setelah disahkannya UU Nomor: 12/2006 tentang Kewarganegaraan. Selama ini, kata Jackson, warga keturunan masih mengeluhkan adanya tindakan diskriminasi itu, namun mereka tidak berdaya karena enggan memperpanjang masalah. "Jangan ada lagi pemerasan saat membuat KTP, paspor, dan perizinan usaha. Ini dapat memicu pengkotak-kotakan di tatanan masyarakat, yang akhirnya merusak eksistensi keutuhan NKRI," tegasnya. Pihaknya menyayangkan adanya oknum di kantor-kantor pemerintahan, yang hingga kini tetap berupaya memeras warga Tionghoa saat mengurus dokumen birokrasi. Untuk itu, menurut Jackson, sudah waktunya dilakukan tindakan nyata yang dipelopori oleh aparat penegak hukum, di antaranya menangkap oknum pemerintah yang memeras warga asing, termasuk warga keturunan etnis Tionghoa. Ia mensinyalir, aksi-pemerasan yang dialami warga keturunan selama ini, merupakan salah satu penyebab mereka apatis terhadap kegiatan-kagiatanpolitik, termasuk setiap digelarnya Pilkada dan Pemilu. Jackson juga sependapat, sebagian warga keturunan Tionghoa memiliki kualitas yang tidak diragukan dibandingkan warga asli pribumi. Bahkan sudah banyak pelajar asal Indonesia keturunan Tionghoa, yang berhasil menempuh tingkat pendidikan melalui olimpiade pendidikan tingkat SMU. Meski demikian, apabila ada warga keturunan Tionghoa yang bersalah karena masalah pidana, maka aparat penegak hukum harus bertindak tegas. "Jangan malah melindungi dan memerasnya agar lolos dari jeratan hukum. Semua sama di depan hukum tanpa terkecuali," katanya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009