Jakarta (ANTARA News) - Bank BNI berencana memindahkan kantor cabang di Tokyo ke kota Osaka terkait dampak gempa di kota itu yang mengganggu kelancaran prasarana operasional kantor itu yang lebih banyak melayani pembiayaan perdagangan dan pengiriman uang atau remitansi.

"Kantor cabang di Tokyo sekarang prasarananya minim karena pasokan listrik berkurang dampak rusaknya beberapa pembangkit listrik di Jepang sehingga sementara akan dipindahkan ke Osaka," kata Dirut BNI Gatot Suwondo di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, ijin untuk memindahkan kantor itu sudah diajukan kepada otoritas moneter di Jepang, sehingga waktu kepindahan tinggal menunggu keluarnya ijin dari otoritas itu.

Namun, secara umum Gatot mengatakan tidak ada kerusakan berarti dari fisik kantor BNI di Tokyo, begitu pula likuiditas dan set yang ada masih terjaga dengan baik.`

"Kantor di Tokyo lebih banyak melayani trade finance dan remitansi. Setelah kejadian gempa, kantor tersebut masih bisa menjual surat berharga yang dimilikinya sebesar 1,3 miliar dolar AS atau lost sekitar 3 persen," katanya.

BNI lanjut Gatot juga akan segera memulangkan keluarga dari para karyawan yang tinggal di Tokyo ke Indonesia sampai kondisi di kota itu kembali normal dan aman. "Yang masih tinggal di Tokyo tinggal karyawan saja, sementara keluarganya kami pulangkan ke Indonesia," katanya.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan masih menghitung pengaruh dari bencana alam yang terjadi di Jepang terhadap perekonomian Indonesia terutama kaitannya dengan neraca perdagangan Indonesia - Jepang.

"Bagaimanapun Jepang itu cukup penting bagi perekonomian kita, yang jelas Jepang tujuan ekspor kita yang besar, serta negara yang banyak mengirim barang ke sejumlah industri kita. Namun, soal investasi itu bisa saja dengan kejadian itu mempercepat relokasi industri di sana," katanya.

Darmin menambahkan, fundamental ekonomi Jepang tidak akan terpengaruh akibat bencana besar itu, karena reaksi akibat bencana ke ekonomi biasanya hanya menimpa indeks saham dam harga saham-saham perusahaan-perusahaan Jepang yang itu juga tidak berlangsung dalam waktu lama. (*)

(D012/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011