Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As`ad Said Ali menegaskan bahwa rentetan kejadian bom jelas rangkaian dari jaringan terorisme.

Ideologi yang selama ini diyakini para pelaku terorisme adalah anti-Amerika melalui jaringan Islam internasional melawan Yahudi dan simbol Israel, katanya di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, katanya, adalah wajar jika sasaran yang dibidik adalah orang-orang yang selama ini dianggap sebagai antek Amerika dan Yahudi.

"Orang-orang seperti Ulil Abshar Abdalla, Ahmad Dhani, dan Yapto mungkin saja dianggap mereka sebagai antek Yahudi dan Amerika," kata As`ad yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Menurut As`ad, pelaku terorisme saat ini lebih memilih sasaran perorangan yang dianggap antek Yahudi dan Israel karena bisa jadi menjadikan target sasaran "orang besar" susah dilakukan. Kejadian bom seperti yang pernah terjadi di hotel JW Marriott pun sudah tidak dilakukan lagi.

"Tentu kita masih ingat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menjadi sasaran aksi teroris. Tapi ini susah dilakukan. Makanya sasarannya diubah kepada orang yang mudah saja. Bagi mereka yang penting pesannya sampai," katanya.

Menurut As`ad, untuk mengatasi aksi terorisme di Indonesia mau tidak mau pemerintah melalui parlemen harus menjadikan UU antiterorisme lebih menggigit lagi. Penanganan terorisme membutuhkan upaya luar biasa, maka peraturan perundang-undangannya juga harus luar biasa.

"Yang pasti, selama UU antiterorisme tidak menggigit, pasti yang akan terus disalahkan pihak intelijen. Saatnya semua pihak berpikir serius soal ini," katanya.

Dikatakannya, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang gamang, menganut demokrasi tapi tidak tahu rambu-rambu demokrasi.(*)

(S024/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011