Menarik dicermati, kenapa GoTo milik Gojek dan Tokopedia yang digugat. Apakah karena bisnis Terbit Financial Technology sejenis dengan GoTo, atau ada motif lain. Pengadilan tentunya akan mengkaji gugatan ini secara detil
Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Ekonomi Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Yudho Taruno Muryanto menilai pemanfaatan merek GoTo miliki Gojek dan Tokopedia disebut sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku seiring dengan keluarnya persetujuan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.

Menilik laman DJKI, merek GoTo menjadi holding company Gojek dan Tokopedia. Sebagai holding bisnis, GoTo membawahi sejumlah lini bisnis mulai layanan on-demand, e-commerce serta jasa keuangan dan pembayaran. Ini berbeda dengan merek GOTO milik penggugat, PT Terbit International.

Menurut Yudho dalam rilis di Jakarta, Selasa, keluarnya sebuah merek telah melalui sebuah proses sebagaimana diatur dalam Undang-undang Merek Nomor 20 Tahun 2016. Otoritas tentunya telah memiliki pertimbangan dan dasar hukum yang kuat saat mengesahkan dan menyetujui merek GoTo milik Gojek dan Tokopedia.

"Menarik dicermati, kenapa GoTo milik Gojek dan Tokopedia yang digugat. Apakah karena bisnis Terbit Financial Technology sejenis dengan GoTo, atau ada motif lain. Pengadilan tentunya akan mengkaji gugatan ini secara detil," ujar Yudho.

Lebih jauh, pengajar di Fakultas Hukum UNS Solo itu menjelaskan, pada prinsipnya dalam persoalan merek terdapat dua hal yang mesti dipahami. Pertama berkaitan dengan unsur “daya pembeda” dan “persamaan pada pokoknya”. Makna daya pembeda sebenarnya menjadi goal atau tujuan sebuah merek.

Yudho menyampaikan, sebuah merek dimunculkan atau diciptakan dalam rangka untuk membedakan antara satu produk dengan produk yang lainya. Merek pada prinsipnya memiliki fungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum.

Selain itu merek juga berfungsi sebagai alat promosi dan jaminan atas mutu barang atau produk serta menunjukkan asal barang atau jasa yang dihasilkan.

"Aturan mengenai merek ini sudah jelas dan banyak kasus gugatan merek seperti halnya yang sekarang ramai dengan GoTo. Selain faktor teknis, tentunya sebuah gugatan akan dilihat iktikad dari pemohon sebagaimana pasal 21 UU merek ayat 3. Jika iktikadnya tidak baik pasti akan ditolak majelis hakim. Undang-undangnya sudah mengatur begitu," kata Yudho.

Yang terpenting, lanjut Yudho, dalam penanganan persoalan pelanggaran merek adalah apakah dalam mengajukan permohonan merek tersebut pihak pemohon ada unsur “adanya itikad buruk”. Artinya apakah pemohon yang mengajukan permohonan atas merek memiliki tujuan meniru, menjiplak, atau mengikuti merek lain demi kepentingan usahanya dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, atau mengecoh atau menyesatkan konsumen.

"Kondisi demikian biasanya banyak terjadi di mana merek-merek tertentu mencoba peruntungan untuk mendompleng merek-merek terkenal yang sudah ada. Kata GoTo sebelumnya sudah sering kita dengar lewat berbagai percakapan. Tapi identitas GoTo sebagai brand ya muncul setelah merger Gojek dan Tokopedia," ujar Yudho.

Baca juga: Pemkot Surabaya dan GoTo ajak UMKM manfaatkan ekosistem digital

Baca juga: Pengguna Gojek dan Tokopedia kini bisa sambung kedua akun

Baca juga: Ekosistem Gojek diperkirakan berkontribusi Rp249 triliun

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021