Semarang (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mulai menelusuri dugaan pelanggaran PT Kereta Api terkait dengan penarikan uang sewa terhadap penghuni rumah dinas.

"Kedatangan kami ke beberapa warga yang menempati rumah dinas PT KA di Kota Semarang ini untuk mengumpulkan data dan fakta langsung dari yang bersangkutan," kata anggota tim penyelidikan Komnas HAM, Budi Latief, di Semarang, Kamis.

Jika benar terbukti PT KA menarik uang sewa rumah dinas dari pegawai termasuk pensiunan PT KA dan membebani dengan pembayaran listrik, air, dan pajak bumi dan bangunan (PBB), katanya, hal itu merugikan, tidak adil, dan terkesan ada tindakan diskriminasi.

Menurut dia, segala pembayaran yang berkaitan dengan rumah dinas harus dibayar oleh negara atau pemerintah.

"Disini terlihat sekali pelanggaran dan rencana strategis PT KA saat ini telah berubah dari bisnis kereta api menjadi bisnis properti yang tidak ada relevansinya," ujarnya saat mengunjungi beberapa rumah di Asrama PJKA Sidodadi RT 02 RW 10 Kelurahan Tanjung Emas Semarang Utara.

Pihaknya akan menanyakan kepada PT KA apakah mempunyai sertifikat seluruh rumah dinas atau tidak sehingga mempunyai kekuatan hukum.

Ia mengatakan, permasalahan menyangkut sewa rumah dinas sudah cukup lama dan terjadi di beberapa daerah seperti Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bogor, dan Lampung.

Namun, katanya, pihaknya hingga saat ini baru mengumpulkan data di dua kota.

Setelah memperoleh data-data pada Kamis, Komnas HAM akan mencocokkan dengan keterangan dari PT KA terkait dengan penguasaan lahan yang di atasnya terdapat rumah dinas yang ditempati warga.

Ketua Serikat Penghuni Rumah Negara Kereta Api Kota Semarang, Badjoeri, mengatakan, jumlah anggotanya saat ini 748 kepala keluarga yang antara lain tersebar di daerah Tanjung Emas, Poncol, Bulu Lor, Krobokan, Veteran, dan Gunung Sawo.

Ia mengaku, telah melakukan berbagai upaya sejak 1999 dengan mendatangi sejumlah instansi terkait penghapusan uang sewa dan status kepemilikan rumah dinas yang telah ditempati namun hingga saat ini belum membuahkan hasil.

"Oleh karena itu, kami sangat berharap pemerintah melalui PT KA berkenan meninjau kembali kebijakan terkait dengan rumah dinas," ujarnya yang bertempat tinggal di Jalan Tawangsari Nomor 19 Kelurahan Tawangsari, Semarang Utara tersebut.

Kepala Hubungan Masyarakat PT KA Daerah Operasi IV, Sapto Hartoyo, membantah kalau pihaknya melakukan pelanggaran terkait rumah dinas yang ditempati warga.

"Kami mempunyai bukti berupa sertifikat tanah seluas 6.083.930 meter persegi di seluruh Daop IV dan ada surat persewaan rumah (SPR) sehingga tidak melakukan sejumlah pelanggaran seperti yang dituduhkan," katanya.

Pegawai PT KA yang sebelumnya menempati rumah dinas dan sudah memasuki masa pensiun, katanya, harus menyerahkan tempat tinggalnya itu kepada PT KA. (WSN/M029/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011