Winnenden, Jerman (ANTARA News) - Partai pimpinan Kanselir Angela Merkel telah menguasai Baden-Wuerttemberg sejak 1953, namun kejatuhan politik di Jerman menyusul krisis nuklir Jepang akan menjadi akhir dominasi parpol itu di negara bagian kunci pada pemilu hari Minggu nanti.

Kekuatan ekonomi utama Eropa itu, sejak dekade lalu telah memutuskan untuk menghentikan nuklir pada 2020, tetapi Merkel menunda keputusan itu hingga pertengahan 2030, kendati banyak warga yang meminta keputusan itu dipercepat.

Status darurat nuklir Jepang minggu lalu telah mendorong Merkel untuk mengumumkan moratorium penundaan atau penutupan sementara tujuh reaktor tertua Jerman untuk menunggu kajian keselamatan.

Merkel juga akan mempercepat transisi energi ke energi dapat diperbarui dan menegaskan bahwa untuk Jerman, nuklir adalah "teknologi jembatan" sampai energi yang dapat diperbarui seperti tenaga surya dan angin, dapat menghasilkan listrik lebih banyak.

Namun pengumuman Merkel itu mendapat tanggapan buruk, karena kritikus menyebutnya sebagai kebijakan spontan, sementara sebuah survai menunjukkan hampir tujuh dari 10 pemilih menyatakan mereka adalah pemilih murni pada pemilu penting Minggu nanti.

"Jelas sekali bahwa moratorium itu merugikan," kata seorang pemilih Partai Kristen Demokrat pimpinan Merkel, Manfred Guellner.

Baden-Wuerttemberg adalah daerah paling penting dari tujuh daerah ujian pemilu 2011, dan masalah nuklir bisa menciptakan keseimbangan baru yung sudah ketat sekaligus mengakhiri 58 tahun kekuasaan CDU yang tak terpatahkan.

Bahkan Merkel belum lahir ketika mereka pertama kali menjabat.

Negara bagian barat daya itu memiliki postur ekonomi setara Belgia dan merupakan pilar kuat untuk industri pembangkit tenaga listrik Eropa yang digambarkan oleh harian bisnis Handelsblatt sebagai "dekade emas" untuk para eksportir Jerman.

Daimler, Porsche dan raksasa suku cadang Bosch menjadi pilar bagi negara bagian di Jerman yang berpenduduk 10,8 juta orang, demikian juga dengan perusahaan-perusahaan pembuat produk-produk keren seperti Recaro (tempat duduk mobil and pesawat), Wuerth (sekrup) and Voith (rekayasa).

Perusahaan lainnya adalah Kaercher yang milik keluarga, menaklukkan dunia sekaligus membuat lebih bersih lewat produk-produknya dari basisnya di kota Winnenden, luar Stuttgart.

"Kami memiliki tradisi rekayasa yang baik di negara bagian ini," kata kepala eksekutif Hartmut Jenner epada AFP. "Orang-orang berdedikasi penuh untuk bekerja keras dan bekerja keras adalah bagian dari kehidupan mereka. Kami tak pernah memecat orang karena alasan bisnis."

"Di sini saya tak pernah tahu apapun selain CDU," kata Gregor Baumstark (32), seorang sopir taksi. "Secara ekonomi kita terbaik. Semuanya berfungsi, perusahaan membuat keuntungan dan perekrutan."

Namun kehilangan kekuasaan di negara bagian ini, kemunduran ketiga dalam masa jabatan kedua Merkel setelah mendapat pukulan politik dari Partai Demokrat Sosial (SPD) di Hamburg Februari lalu dan lepasnya pengaruh di North Rhine-Westphalia Mei tahun lalu, tampaknya akan tak terhindarkan lagi.

Survei-survey sudah memperkirakan terciptanya persaingan ketat karena deretan proyek raksasa tahun lalu menyulut bentrok terburuk dan paling mengesalkan dalam kenangan warga negara bagian Baden-Wuerttemberg.

Namun peristiwa-peristiwa yang berlangsung di Jepang benar-benar menjadi isu pemilu.  Semua isu lokal seperti pendidikan telah dikalahkan oleh isu tenaga nuklir, dengan 68 persen pemilih dalam jajak pendapat baru-baru ini mengatakan soal nuklir akan memiliki "pengaruh besar" dalam keputusan mereka menyalurkan suara.

Para pemenang dalam pemilu ini tampaknya adalah parpol-parpol hijau pecinta lingkungan, yang berhasil menggandakan perolehan suaranya pada pemilu tingkat negara bagian Sachsen-Anhalt.

Poling-poling menyebutkan bahwa partai-partai hijau tak hanya mencetak sukses di Baden-Wuerttemberg, tetapi juga di negara bagian Rheinland-Pfalz di barat, mungkin memaksa partai berkuasa SPD untuk membentuk koalisi dengan mereka. (*)

AFP/Adam

Penerjemah: Adam Rizallulhaq
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011