New York (ANTARA) - Wall Street merosot tajam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena melonjaknya harga-harga konsumen membatasi sentimen risiko investor serta memicu kekhawatiran gelombang inflasi panas berkepanjangan dan mengangkat spekulasi kenaikan suku bunga lebih cepat daripada yang diperkirakan.

Indeks Dow Jones Industrial Average berkurang 240,04 poin atau 0,66 persen, menjadi menetap di 36.079,94 poin. Indeks S&P 500 terpangkas 38,54 poin atau 0,82 persen, menjadi berakhir di 4.646,71 poin. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 263,84 poin atau 1,66 persen, menjadi ditutup pada 15.622,71 poin.

Delapan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di wilayah negatif, dengan sektor energi dan teknologi masing-masing terperosok 2,97 persen dan 1,68 persen, memimpin kerugian. Sementara itu, sektor utilitas terdongkrak 0,7 persen, merupakan kelompok berkinerja terbaik.

Ketiga indeks utama saham AS jatuh, memperpanjang kerugian mereka sepanjang hari perdagangan dan menambah aksi jual Selasa (9/11/2021) yang menghentikan delapan sesi penutupan tertinggi sepanjang masa untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq.

“Tidak mengherankan bahwa setelah apa yang benar-benar merupakan perjalanan bersejarah bagi pasar untuk mengambil jeda,” kata Ross Mayfield, analis strategi investasi di Baird di Louisville, Kentucky. "Tapi kami pikir ada cukup penarik menuju akhir tahun untuk menggerakkan pasar lebih tinggi."

Indeks harga konsumen (IHK) Departemen Tenaga Kerja, memberikan lompatan yang lebih panas dari perkiraan sebesar 0,9 persen dan kenaikan tahun-ke-tahun tercepat dalam 31 tahun.

Laporan tersebut mengisyaratkan bahwa rantai pasokan global yang terus-menerus kusut dapat mengakibatkan gelombang inflasi saat ini, membutuhkan waktu lebih lama untuk meredakannya daripada yang diperkirakan banyak orang, termasuk Federal Reserve AS.

“Kisah inflasi benar-benar pendorong yang mendorong semua hal,” tambah Mayfield. “Ini akan mempengaruhi kebijakan Fed dan kebijakan fiskal, itu adalah pendorong suku bunga. Sulit untuk membicarakan apa pun selain inflasi.”

Sementara Gregory Daco, kepala ekonom Oxford Economics, percaya laporan ini berarti lonjakan harga saat ini memiliki daya tahan.

“Saya pikir segalanya akan terus menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik dalam hal prospek inflasi karena kita tidak melihat inflasi inti memuncak sampai sekitar awal 2022,” kata Daco.

Saham-saham teknologi terberat di indeks S&P 500, dengan megacaps Apple Inc dan Microsoft Corp di antara hambatan terbesar.

Musim laporan keuangan kuartal ketiga telah mencapai batas terakhir, dan dari perusahaan yang telah melaporkan, 81 persen telah mengalahkan ekspektasi jalanan.

Saham Walt Disney Co turun lebih dari 4,0 persen dalam perdagangan setelah jam reguler karena perusahaan media itu melaporkan jumlah pelanggan streaming yang mengecewakan.

Tesla Inc terangkat 4,3 persen, membalikkan penurunan beberapa sesi setelah CEO Elon Musk melakukan jajak pendapat kepada pengguna Twitter tentang apakah dia harus menjual 10 persen sahamnya di perusahaan yang dia dirikan.

Ini terjadi ketika pembuat kendaraan listrik saingannya Rivian Automotive Inc menjadi perusahaan publik, dengan berhasil mengumpulkan dana 12 miliar dolar AS. Sahamnya melonjak 29,1 persen.

Platform perdagangan ritel Robinhood Markets Inc anjlok 6,0 persen, menambah kerugiannya dua hari setelah melaporkan pelanggaran keamanan yang memengaruhi 5 juta pelanggan.

Volume transaksi di bursa AS mencapai 11,72 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 10,89 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.

Baca juga: IHSG ditutup menguat, ditopang data ekonomi RI yang membaik
Baca juga: Saham Inggris hentikan kerugian, indeks FTSE 100 bangkit 0,91 persen

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021