Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda pembacaan putusan perkara sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) antara penggugat Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) dengan tergugat PT Berkah Karya Bersama (BKB) karena tebalnya berkas perkara.

"Dikarenakan kami harus mempertimbangkan dan mempelajari berkas yang cukup tebal, maka kami meminta waktu dua minggu untuk membuat putusan ini," kata Ketua Majelis Hakim Tjokorda, di Jakarta, Kamis.

Tjokorda juga menyatakan masih membuka kemungkinan untuk kedua pihak berdamai.

Sementara itu Kuasa Hukum Mbak Tutut, Harry Ponto, usai sidang, menyatakan menghormati kebijakan Majelis hakim yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mengambil putusan. Ia yakin majelis hakim akan menjatuhkan putusan secara obyektif.

"Kami menghormati karena pihaknya banyak dokumennya sehingga majelis menunda persidangan sampai dengan dua minggu," katanya.

Namun, dia berharap majelis hakim segera memberikan jawaban atas gugatan yang diajukannya.

Dengan melihat fakta persidangan yang ada, Harry berkeyakinan selayaknya gugatan kliennya dikabulkan. "Karena kami betul-betul punya keyakinan harusnya bisa dimenangkan melihat fakta-fakta yang ada," katanya.

Selain itu, Harry Ponto juga menghormati sikap majelis hakim yang selalu membuka kesempatan perdamaian, namun mengingat TPI yang diambil alih secara paksa oleh PT Berkah Karya Bersama, seharusnya sikap legowo itu muncul dari tergugat.

"Tidak pernah ada klarifikasi berapa biaya sesungguhnya yang telah dikeluarkan oleh PT Berkah Karya Bersama," kata Harry Ponto.

Sementara itu, kuasa hukum tergugat, Hotman Paris, mengaku bahwa PT BKB sudah melunasi seluruh utang-utang Siti Hardiyanti terkait TPI. Oleh sebab itu, Hotman heran mengapa TPI mau diambil kembali.

Dalam pemberitaan sebelumnya, sengketa saham TPI ini diajukan oleh Mbak Tutut terhadap PT Berkah Karya Bersama dan pengelola sisminbakum PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD).

Selain itu, beberapa pihak juga dimasukkan sebagai turut tergugat, seperti TPI, lalu Kementerian Hukum dan HAM.

Mbak Tutut menilai 75 persen sahamnya diambil secara paksa oleh BKB. BKB dituding menggunakan surat kuasa pemegang saham yang tidak berlaku lagi dalam melakukan RUPSLB TPI tertanggal 18 maret 2005 terkait pengambilallihan saham.

Di sisi lain, Mbak Tutut sendiri telah memberitahukan RUPSLB tertanggal 17 Maret 2005 ke Depkumham yang dianggap lebih sah.

Saat pemberitahuan dilakukan sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) yang dikelola PT SRD melakukan blokir terhadap Mbak Tutut, sehingga pihaknya mengajukan gugatan tersebut.
(J008)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011