Jakarta (ANTARA) - Bisnis penjualan langsung atau “direct selling” termasuk di dalamnya yang paling populer adalah perusahaan yang menjalankan penjualan dengan sistem berjenjang (Multi Level Marketing/MLM) kerap dihembus dengan isu “money game”.

“Money Game” (permainan uang) atau juga dikenal dengan sebutan skema Ponzi merupakan penipuan investasi yang memberikan janji kepada klien suatu keuntungan besar dengan sedikit atau bahkan tanpa risiko.

Skema ponzi ini umumnya didasarkan pada layanan manajemen investasi bodong alias tak berizin.

Pada intinya, investor memberikan uang pada "manajer portofolio" dengan menjanjikan pengembalian yang tinggi. Lalu saat investor tersebut menginginkan uang mereka kembali, mereka akan dibayar dengan dana masuk yang diberikan oleh investor berikutnya. Begitu seterusnya dan seterusnya.

Hal ini jelas berbeda dengan konsep penjualan langsung yang sebagaimana disampaikan Ketua Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI), Kany V. Soemantoro, yang baru saja terpilih kembali pada jabatan yang sama di APLI.

Antara MLM dan “money game” memiliki perbedaan yang cukup signifikan dimana “money game” menggunakan sistem piramida yang menerapkan skema bonus atau penghasilan yang diperoleh dari merekrut anggota.

Sementara, MLM syaratnya harus ada penjualan produk. Jika produk tersebut laku, maka anggota baru bisa mendapatkan bonus penghasilan.

APLI sendiri menyatakan keprihatinannya mengingat “money game” kini banyak terduplikasi bahkan ke wilayah pedesaan hingga merugikan masyarakat secara luas. Praktik ini jelas-jelas melanggar UU di samping juga mencoreng citra bisnis penjualan langsung.

Kany bahkan menyebut bahwa “money game” merupakan hambatan bagi pertumbuhan bisnis penjualan langsung di tanah air.

Yang lebih berbahaya, modus operandi “money game” dan skema piramid sering mendompleng berbagai jenis bisnis yang sah, beragam aktivitas sosial yang diterima masyarakat, atau bahkan kegiatan yang didukung oleh pemerintah.

Akibatnya, program-program penipuan semacam ini sering lolos dari perhatian pihak berwajib. Sebut misalnya “money game” yang dibungkus dengan label koperasi simpan pinjam, arisan kekeluargaan, atau bahkan yayasan amal dan keagamaan.
Baca juga: Penyidik ungkap modus "money game" pada Bank NTB Syariah
Baca juga: Pelaku usaha: Direct selling tak sama dengan money game


Digitalisasi

Meski diterpa dengan isu “money game”, Kany V. Soemantoro optimistis bisnis penjualan langsung masih memiliki prospek yang cerah di tengah pandemi COVID-19.

Dalam laporan pertanggungjawabannya sebagai Ketua Umum APLI periode sebelumnya, Kany mengungkapkan pentingnya pendekatan digitalisasi untuk memperluas pangsa pasar produk-produk penjualan langsung di Indonesia.

Sekali lagi ia menyadari bahwa “money game” itu hambatan, hanya saja tidak akan terlalu menganggu pertumbuhan perusahaan-perusahaan APLI.

Terbukti sebanyak delapan juta orang terlibat dalam industri ini dan agar lebih besar lagi ia mendorong digitalisasi harus terus dilakukan oleh perusahaan penjualan langsung.

Dalam kepengurusan yang akan mendatang, Kany mengutarakan pentingnya kolaborasi antara perusahaan direct selling di Indonesia yang menjadi anggota APLI.

“Empowerment” adalah kata yang harus selalu digarisbawahi, sebab itu adalah sumber daya dari keberlangsungan organisasi bisnis penjualan langsung.

Pria yang juga Presiden Nu Skin Indonesia dan tiga negara regional tersebut menekankan pentingnya bisnis penjualan langsung untuk bisa turut serta menggerakkan ekonomi masyarakat secara konkret.

Ketua MPR yang juga Penasehat APLI, Bambang Soesatyo menyampaikan, walaupun di masa pandemi, bisnis anggota APLI terbukti tetap mampu beradaptasi. Sejak didirikan APLI, telah banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

Sebagai satu-satunya asosiasi yang diakui oleh World Federation Direct Selling Association ini menjadi bukti kalau APLI merupakan asosiasi yang kredibel.

Ke depan, Bambang Soesatyo berkomitmen agar bisnis yang dijalankan APLI tidak lagi diganggu oleh oknum-oknum yang mengail di air keruh serta membantu memperkuat UMKM.
Baca juga: Menkop: Pemahaman UMKM terhadap digitalisasi harus lengkap dan utuh
Baca juga: Airlangga : Peningkatan potensi ekonomi digital dukung UMKM


Musuh bersama
Bisnis penjualan langsung masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk selalu membersihkan citra dari oknum-oknum nakal pelaku “money game”.

Padahal peluang dan potensi bisnis penjualan langsung untuk memberikan kontribusi besar bagi perekonomian masih terbuka lebar bahkan dari sisi penyerapan tenaga kerja sekaligus menggerakkan perekonomian di daerah-daerah.

Maka, salah satu langkah yang perlu dirintis APLI dengan melibatkan banyak stakeholder lain adalah dengan mulai menggandeng institusi pendidikan seperti sekolah atau perguruan tinggi untuk ikut aktif membahas, meneliti, atau menyebarkan informasi mengenai bahaya “money game”.

Selama ini yang terjadi justru ironis sebab tidak jarang banyak institusi pendidikan yang menjadi tempat berkembangnya “money game” dan skema piramid, seperti kasus Pohon Mas di Malang.

Hal inilah yang benar-benar harus dicegah dan dibalikkan kondisinya, yaitu institusi pendidikan harus menjadi tempat utama untuk memerangi praktik penipuan yang merugikan masyarakat.

Kany menegaskan ke depan segala saluran informasi yang memungkinkan harus didayagunakan. Bahkan, pihaknya akan mengerahkan perusahaan-perusahaan DS/MLM yang murni dan sah secara hukum untuk ikut aktif untuk ambil bagian dalam mendukung gerakan penyebaran informasi ini.

Para mitra usaha atau distributor bisa menjadi mitra bagi penyebaran informasi tersebut. Sebab, bagi kalangan industri DS/MLM, perang terhadap “money game” dan skema piramid adalah perang terhadap musuh bersama.

Jadi upaya memberantas “money game” memang bukan semata untuk membersihkan citra bisnis penjualan langsung melainkan mengantisipasi dan mencegah kerugian yang lebih besar terjadi di kalangan masyarakat secara luas dan sistemik.
Baca juga: Munas Alim Ulama haramkan MLM
Baca juga: Kejari Purwokerto eksekusi terpidana kasus penipuan berkedok MLM

 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021