Bangkok (ANTARA News) - Pemerintah Thailand, Kamis, mengakui pihaknya menggunakan senjata-senjata kontroversial saat kontak militer dengan negara tetangga Kamboja pada bulan Februari lalu, namun Thailand berkeras bahwa senjata itu bukanlah bom curah.

Merespon tuduhan dari para pengunjuk rasa, tentara Thailand mengatakan bahwa militer terpaksa menggunakan amunisi konvensional yang telah ditingkatkan fungsi ganda (DPICM) pada saat konflik militer di kawasan perbatasan Thailand - Kamboja, demikian AFP melaporkan.

Menteri Luar Negeri Thailand juga mengkonfirmasi bahwa negerinya telah menggunakan senjata-senjata kontroversial itu namun semua dipakai "sesuai dengan kebutuhan, kepatutan, dan kode etik".

DPICM meledak menjadi bom yang didisain berfungsi ganda yakni baju zirah dan antiserangan, demikian disebutkan dalam laman globalsecurity.org - sebuah organisasi Amerika yang bergerak di bidang intelejen pertahanan.

Senjata ini dikenal pula sebagai bom curah oleh kelompok kampanye Koalisi Bom Curah (CMC), yang pada Rabu (7/4) menuduh pemerintah Thailand menggunakan senjata itu.

Kelompok yang melawan penggunaan bom itu mengatakan bahwa konflik Thailand - Kamboja adalah konflik pertama yang menggunakan bom curah di dunia sejak Konvensi Bom Curah resmi menjadi hukum internasional.

Konvensi itu mulai efektif berlaku per Agustus tahun lalu, dan mewajibkan penandatangannya untuk berhenti menggunakan senjata bom curah. Thailand dan Kamboja tidak pernah menandatangani konvensi itu.

CMC mengatakan senjata jenis itu telah "menimbulkan korban jiwa dari kalangan sipil yang sangat besar" ketika digunakan Amerika Serikat di Afghanistan di tahun 2001-2002 dan Irak tahun 2003. Israel juga menggunakan senjata jenis ini di Libanon pada tahun 2006.

Setali tiga uang dengan Thailand dan Kamboja, Amerika dan Israel juga tidak pernah menandatangani konvensi bom curah.

CMC menindaklanjuti tuduhan dari pemerintah Kamboja yang mengatakan empat bom curah telah dikirim ke wilayahnya dalam empat hari konflik militer dua negara tetangga itu Februari silam.

Duta Besar Thailand untuk PBB di Jenewa telah mengakui penggunaan DPICM sebagai langkah "pembelaan diri" ketika sebuah pertemuan dengan CMC, Selasa.

"Menyedihkan bila sekarang semua negara akan membela diri saat menggunakan bom curah setelah komunitas internasional melarang penggunaan senjata jenis itu," kata Direktur CMC Laura Cheeseman.

CMC mengatakan sebuah bom curah telah membunuh dua polisi Kamboja dalam pertempuran Februari dan memperingatkan bahwa ribuan orang masih beresiko terkena bom-bom yang belum meledak di beberapa desa di kawasan utara perbatasan Thailand - Kamboja.

Bom curah diluncurkan dari darat atau dijatuhkan dari udara, lalu membelah dan menebarkan bom-bom kecil ke berbagai tempat. Kebanyakan bom kecil ini tidak langsung meledak, tapi bisa bertahan di tempat itu selama beberapa dekade. (E012/M016/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011