Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh mengingatkan sangat pentingnya upaya pengelolaan potensi hutan `mangrove` (bakau) sebagai benteng perlindungan terhadap resiko bencana di Indonesia.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Senin, setelah menerima informasi tentang hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) --yang terungkap pada Rapat Paripurna DPR RI-- atas kinerja pengelolaan hutan `mangrove` di kawasan Selat Malaka.

"Kan diungkapkan BPK, masih adanya kelemahan kebijakan dan sistem pengendalian intern serta ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku," kata Legislator yang juga aktivis lingkungan ini, antara lain ditunjuk sebagai `duta orang utan` sedunia.

Akibatnya, demikian Angelina Sondakh masih mengutip temuan BPK, hal tersebut mengakibatkan kegiatan rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan dan konservasi hutan `mangrove` belum efektif.

"Baik untuk memulihkan, mempertahankan, maupun meningkatkan fungsi hutan `mangrove` sebagai penyangga ekosistem pantai," ujarnya.

Itulan sebabnya, mantan Putri Indonesia ini memberi reaksi cukup serius atas kegiatan rehabilitasi hutan `mangrove` bagi perlindungan terhadap bencana, sebagaimana terungkap (berdasarkan temuan BPK) pada Rapat Paripurna DPR RI pada hari Rabu (5/4) lalu.

"Sebagai aktivis lingkungan dan `duta orang utan`, jelas saya agak prihatin dengan hasil pemeriksaan BPK atas kinerja pengelolaan hutan `mangrove` di kawasan Selat Malaka tersebut," tegasnya.


Bencana Tsunami

Masih adanya kelemahan kebijakan dan sistem pengendalian intern serta ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, demikian Angelina Sondakh, harus segera diakhiri.

"Karena hal tersebut terbukti mengakibatkan kegiatan rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan dan konservasi hutan `mangrove` belum efektif untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan mangrove sebagai penyangga ekosistem pantai," ujarnya lagi.

Hal tersebut sangat disayangkan Angelina Sondakh, karena kesadaran yang kurang bagi pelestarian hutan `mangrove` akan berdampak bagi minimnya pertahanan kita terhadap bencana.

Lebih lanjut ia menambahkan, seharusnya kita banyak belajar dari kejadian bencana yang lalu seperti `tsunami` Aceh dan Nias pada 2004 serta bencana tsunami Jepang 2011 baru-baru ini.

"Bahwa kerusakan yang besar dan korban yang banyak disebabkan karena semakin terbatasnya keberadaan hutan `mangrove`," katanya.

Padahal, menurutnya, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang sebenarnya sangat potensial untuk melestarikan hutan `mangrove`.

"Karena itu, saya sangat mengimbau agar perlunya kita memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya rehabilitasi hutan `mangrove` sebagai benteng terhadap terjangan `tsunami` yang sangat mungkin melanda wilayah-wilayah tertentu," ujarnya.

Guna kepentingan tersebut, janda `mendiang` Adjie Massaid ini mengharapkan agar Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup mulai sekarang bergiat segera merencanakan dan melaksanakan program bagi rehabilitasi hutan `mangrove` secara optimal.

"Ini penting sekali demi terciptanya alam yang bersahabat dengan manusia, sehingga dapat mendukung lestarinya ibu pertiwi," pungkas Angelina Sondakh. (M036/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011