Jakarta (ANTARA News) - Salah seorang anggota Komite Normalisasi PSSI Hadi Rudyatmo menolak menandatangani hasil keputusan Kongres yang dihadiri Komite Normalisasi dan anggota PSSI pemilik suara di Jakarta, Kamis.

"Saya menolak untuk menandatangani hasil yang berbeda dari keputusan dalam pertemuan Komite Normalisasi dan Anggota PSSI pemilik suara. Pak Agum Gumelar dan Joko Driyono juga tak menandatanganinya," kata Hadi Rudyatmo kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Kamis kemarin, Komite Normalisasi PSSI dan anggota PSSI pemilik hak suara akhirnya membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding menjelang Kongres PSSI 20 Mei 2011 serta merampungkan draf electoral code.

Pertemuan Komite Normalisasi dan pemilik suara ini akhirnya menjadi Kongres PSSI yang hasilnya akan dilaporkan ke FIFA 19 April mendatang. Kongres ini dihadiri anggota Komite Normalisasi, 101 anggota PSSI (pemilik suara) dan peserta peninjau.

Namun, menurut Hadi Rudyatmo, seusai kongres dia disodori draft yang harus ditandatangani, termasuk keputusan memutihkan klub Persibo dan Persema, dan SK nomor 1-54 yang isinya menghapus sanksi-sanksi dan hukuman yang telah dijatuhkan oleh Komite Disiplin PSSI.

"Saya tetap menolak untuk tanda tangan," katanya.

Dia juga mengaku mendengar kabar bahwa FIFA juga menolak Komite Pemilihan itu. "Kita tunggu saja. Saya akan bertemu dengan Pak Agum untuk soal itu. Sementara Komite Normalisasi sendiri akan bertemu dengan KONI Pusat Jumat siang ini," katanya.

Direktur Keanggotaan dan Pengembangan Asosiasi FIFA Thierry Regenass menyatakan, FIFA tidak mengakui Komite Pemilihan & Komite Banding hasil kongres Kamis karena Komite Normalisasi adalah Komite Pemilihan.

Sebagai anggota Komite Normalisasi PSSI, FX Hadi Rudyatmo, mengaku sudah mengingatkan hal itu. Menurut dia, Komite Normalisasi yang menjalankan tugas untuk melakukan pemilihan ketua umum baru sebelum 21 Mei mendatang.

"Saya sendiri tidak terkejut atas kabar FIFA itu, karena sudah saya prediksikan sebelumnya, karena sejak awal Komite Normalisasi adalah Komite Pemilihan, tapi Kelompok 78 ngotot, dibentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding, dengan alasan sesuai statuta FIFA," kata Hadi Rudyatmo yang juga Walikota Solo itu.

Menurut dia, saat ini PSSI dalam kondisi darurat. "Tapi malah diperparah sendiri oleh insan-insan sepakbola yang ada di sini, kepentingan mereka terlalu didahulukan," katanya.

Kamis itu, Komite Normalisasi PSSI dan anggota PSSI pemilik hak suara membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding menjelang Kongres PSSI 20 Mei 2011.

Untuk susunan anggota Komite Pemilihan dan Komite Banding ini tidak jauh berbeda dari susunan Komite Pemilihan dan Komite Banding dengan hasil Kongres PSSI versi Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) di Pekanbaru, Riau, 26 Maret lalu.

Menurut Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar, pertemuan Komite Normalisasi dan pemilik suara ini akhirnya menjadi Kongres PSSI. Hasil Kongres ini akan dilaporkan ke FIFA pada 19 April mendatang.

Kongres ini dihadiri anggota Komite Normalisasi, 101 anggota PSSI (pemilik suara) dan peserta peninjau.

Hasil ini bertentangan dengan keputusan FIFA. Komite Darurat Badan Sepak Bola Dunia (FIFA) memutuskan bahwa sebuah Komite Normalisasi akan mengambil alih Komite Eksekutif PSSI saat ini, demikian website resmi FIFA.

"Menyusul kejadian-kejadian terakhir yang berkaitan dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Komite Darurat FIFA memutuskan pada 1 April 2011 bahwa sesuai dengan artikel 7 ayat 2 Statuta FIFA, sebuah Komite Normalisasi akan mengambil alih Komite Eksekutif PSSI saat ini," demikian sebuah pernyataan dalam website resmi FIFA.

Komite Darurat FIFA memperkirakan kepemimpinan PSSI saat ini tidak dapat mengendalikan persepakbolaan di Indonesia, yang dibuktikan dengan kegagalan mengambil kendali LPI, yang berlangsung tanpa keterlibatan PSSI atau juga kenyataan tidak bisa menyelenggarakan sebuah kongres yang tujuannya untuk mengadopsi sebuah aturan pemilihan dan memilih komite pemilihan.

"Komite Darurat FIFA sampai pada kesimpulan bahwa kepemimpinan di PSSI sudah kehilangan semua kredibilitasnya dan tidak dalam posisi lagi untuk memimpin proses penyelesaian krisis saat ini." (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011