Baghdad (ANTARA News/AFP) - Serangan-serangan bom dan orang bersenjata menewaskan enam orang di Irak, Minggu, empat diantaranya dari keluarga yang sama, kata beberapa sumber keamanan.

Empat anggota keluarga -- orang tua dan dua putri mereka yang berusia 20-an tahun -- tewas ditembak di kepala pada tengah malam oleh orang-orang bersenjata, kata pejabat-pejabat keamanan dan kementerian dalam negeri.

Kelompok orang bersenjata itu tidak menyerang putri ketiga mereka yang baru berusia tujuh tahun dan meninggalkannya, tambah pejabat-pejabat itu.

"Ini mungkin kejahatan teroris, kami sedang menyelidikinya," kata juru bicara keamanan Baghdad, Mayor Jendral Qassim Atta.

Juga Minggu, bom magnetis yang dipasang di mobil menewaskan dua warga sipil dan mencederai seorang di Kirkuk, provinsi utara dengan beragam etnik dan agama yang dilanda kekerasan, kata beberapa pejabat kepolisian senior.

Di daerah barat Kirkuk, polisi mengatakan, mereka menemukan mayat seorang pemimpin milisi penentang Al-Qaeda yang diculik pekan lalu. Masih belum jelas kapan ia dibunuh.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan setelah penarikan pasukan AS.

Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.

Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000. Sisa pasukan AS itu akan ditarik sepenuhnya pada akhir tahun ini.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.

Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu.

Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.

Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.

Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011