Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) seharusnya melakukan konsultasi publik untuk mendengarkan suara petani tembakau, industri rokok dan kelompok pekerja industri tembakau sebelum meneruskan proses pengesahan dan penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengamanan Produk Tembakau (PPT).

Demikian siaran pers Masyarakat Tembakau Indonesia di Jakarta, Kamis, mengutip pendapat pengamat dari Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo dan pakar Kebijakan Publik UI Andrinof Chaniago. Keduanya diminta pendapat terkait dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengamakan Produk Tembakau (PPT).

"Dalam membuat kebijakan publik, pemerintah wajib mendengarkan aspirasi dan pendapat semua kelompok masyarakat yang terkena kebijakan tersebut. Demikian halnya dalam hal pembuatan Peraturan Pemerintah mengenai Pengamanan Produk Tembakau," kata Eko.

Menurut dia, pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, jangan mengabaikan suara dan masukan dari masyarakat industri tembakau, seperti petani, pekerja dan pabrikan rokok dan hanya menampung aspirasi para aktifis dan penggiat masalah kesehatan.

Sementara, menurut Andrinof, apabila RPP PPT sudah disusun, sebaiknya pemerintah tidak mengesahkannya dan menerapkannya tetapi terlebih dahulu melakukan konsultasi publik dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan yang terkait.

"Bila tidak dikonsultasikan terlebih dahulu dikhawatirkan akan menimbulkan penolakan atau resistensi dari masyarakat petani tembakau, pekerja industri rokok dan kelompok kelompok masyarakat lainnya sehingga peraturan itu menjadi tidak efektif," papar Andrinof.

Menurut Andrinof, kewajiban pemerintah terkait masalah rokok dan tembakau hanya untuk mengingatkan penikmat rokok akan risiko merokok, melindungi yang tidak merokok dari efek yang ditimbulkan rokok, dan memastikan anak-anak tidak ikut merokok.

Sedangkan jika pemerintah ingin menghilangkan kebiasaan merokok di tengah masyarakat maka caranya harus melalui pendidikan atau edukasi yang tidak bisa dilaksanakan dalam waktu singkat.

"Untuk menghentikan kebiasan merokok, memerlukan waktu yang cukup disamping lewat berbagai pendekatan dan pendidikan atau edukasi,” ujar Eko.

"Perubahan itu tidak bisa dilakukan dengan cara yang revolusioner," pungkasnya.
(Ber)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011