Palu (ANTARA News) - Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), melarang penggunaan tong (alat pemisah pasir dan emas) di pertambangan emas tradisional Poboya karena limbahnya mencemari lingkungan.

"Kalaupun ada penggunaan tong harus melalui ijin yang sangat ketat," kata Wali Kota Palu Rusdy Mastura di Palu, Rabu.

Tong pada umumnya memiliki diameter 1,5-2,0 meter dengan tinggi mencapai lima meter.

Pemilik tong biasanya mencampurkan sianida dan zat kimia berbahaya lainnya dengan ukuran sesuai selera agar memudahkan memisahkan pasir dan butiran emas.

Rusdy Mastura mengatakan sebuah tong harus memiliki standar khusus sehingga tidak banyak menimbulkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan.Standar itu, misalnya, lebih banyak menggunakan air dan mengurangi penggunaan zat kimia.

Selain itu, pengusaha tong harus memiliki unit pengolahan limbah.

Jumlah tong di kawasan Poboya saat ini mencapai 300 unit, sedangkan jumlah tromol (tong ukuran kecil) jumlahnya mencapai 5.000 unit.

Pemkot Palu dan tokoh adat Poboya akan membahas masalah ini agar kerusakan lingkungan tidak semakin parah.

Saat ini pencemaran lingkungan telah menimbulkan dampak buruk, seperti meninggalnya 34 sapi karena minum air sungai yang tercemar sianida.

Menurut Rusdy Mastura, pertambangan emas Poboya harus ditata agar tidak kumuh, dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang lebih parah.
(R026/S019)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011