Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengatakan, soal seleksi ulang hakim agung MA seperti yang dilontarkan Komisi Yudisial, harus dikembalikan kepada peraturan dan UU yang berlaku untuk menentukannya. "Baca saja UU mengenai hakim agung. Kapan mereka berhenti dan kapan mereka harus pensiun. Tinggal dibaca saja," katanya di Jakarta, Kamis ketika ditemui saat menghadiri Peringatan 40 Tahun Tritura di Jakarta yang dibuka secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagir tampak menghindar dan enggan menjawab pertanyaan wartawan seputar gagasan Komisi Yudisial agar dilakukan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung sebagai bagian dari upaya reformasi peradilan Indonesia. Ketika ditanya lebih lanjut apakah dirinya siap jika harus mengikuti seleksi ulang, dia mengatakan "Saya tidak menjawab pertanyaan Anda tentang itu". Ketika ditanya lagi komentar mengenai seleksi hakim agung tersebut akan diatur melalui Perppu, Bagir mengatakan, Perppu tersebut adalah wewenang Presiden. "Perppu `kan kewenangan Presiden. Jangan tanya saya," katanya. Komisi Yudisial (KY) mengeluarkan gagasan untuk melakukan seleksi ulang terhadap 49 hakim agung yang ada di Makamah Agung (MA) sebagai bagian dari upaya mereformasi dunia peradilan di Indonesia yang saat ini dianggap dalam titik nadir. "Dalam rangka proses pembaruan atau reformasi di peradilan perlu seleksi ulang terhadap Hakim-Hakim Agung yang jumlahnya 49 orang. Seleksi ini tentu harus didasarkan pada kriteria yang jelas, transparan serta akuntabel," kata Ketua KY Musyro Muqoddas kepada wartawan usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Rabu kemarin. Muqoddas mengatakan, Presiden pada intinya menyambut baik gagasan seleksi ulang tersebut, dan dalam waktu dekat akan dibentuk Peraturan Penganti UU atau Perppu yang merupakan payung hukum dari rencana tersebut. Muqoddas juga mengatakan, dalam pertemuan tersebut Presiden menyampaikan keprihatinannya dengan situasi ketidakadilan yang tercermin dalam putusan peradilan di tanah air. Ia mengharapkan ada integrasi yang baik antara KY dengan lembaga terkait dalam rangka menyusun rencana aksi yang bermuara pada terciptanya tata kelola yang baik melalui penyehatan badan peradilan. Muqoddas juga menegaskan bahwa kasus suap di Makamah Agung (MA) merupakan representasi dari lemahnya manajemen di peradilan, dimana MA merupakan puncak dari peradilan di tanah air. "Kami sampaikan kepada Presiden bahwa persoalan kuncinya adalah `missmanagement` dan lemahnya kepemimpinan di MA, yang seharusnya menjadi contoh bagi hakim-hakim di bawahnya," kata Muqoddas. Presiden dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan harapan agar KY bisa menjalankan fungsi secara efektif dan tidak hanya seperti menara gading. KY menyambut baik pernyataan Presiden yang menegaskan tidak akan mengintervensi dunia peradilan dan sikap tersebut dianggap sebagai sikap seorang negarawan yang baik. Muqoddas juga menyampaikan kepada Presiden tentang situasi peradilan yang berada dalam titik nadir karena banyak keputusan yang mengecewakan rasa keadilan masyarakat. Namun di lain pihak, juga masih banyak hakim yang memiliki integritas moral tinggi dan itu menjadi modal ke depan bagi dunia peradilan di tanah air. KY juga menyampaikan tentang program strategis termasuk membentuk jaringan di beberapa propinsi agar melalui jaringan tersebut masyarakat mudah memberikan akses dalam menyampaikn laporan ke KY dan tidak harus datang ke Jakarta. Ditanya mengenai penolakan Ketua MA Bagir Manan memenuhi panggilan KY sehubungan dugaan suap kepada oknum MA, Muqoddas mengatakan, juga dibicarakan dengan Presiden. Namun pembicaraannya secara umum dan bersamaan dengan laporan pemeriksaan terhadap 41 hakim yang diperiksa. Panggilan kedua terhadap Bagir Manan, menurut Muqoddas, dijadwalkan pada 12 Januari mendatang, dan ia yakin Bagir akan menghargai panggilan kedua tersebut. "Saya sangat optimis beliau akan datang pada pangilan kedua, katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006