"Kami sudah menyerahkan daftar suku cadang pesawat tempur tersebut tinggal menunggu tindak lanjut dari pemerintah AS," kata Dirjen Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Marsekal Muda Pieter Wattimena.
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia berharap pemerintah AS dapat mempercepat proses pengiriman sejumlah suku cadang pesawat tempur TNI Angkatan Udara yang tertunda dikirim ke Indonesia akibat embargo yang diterapkan AS sejak 12 tahun lalu. "Kami sudah menyerahkan daftar suku cadang pesawat tempur tersebut tinggal menunggu tindak lanjut dari pemerintah AS," kata Dirjen Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Marsekal Muda Pieter Wattimena menjawab ANTARA, di Jakarta, Kamis. Selain itu, tambah dia, Departemen Pertahanan juga telah membentuk tim untuk memeriksa kelaikan dari tiap-tiap suku cadang yang tertahan di beberapa negara. Pieter berharap kedatangan Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice dapat mempercepat proses penarikan sejumlah suku cadang tersebut dari beberapa negara dan dikirim ke Indonesia sehingga TNI AU dapat segera menghidupkan kembali pesawat-pesawat tempurnya secara bertahap. Pesawat dan suku cadang milik TNI AU yang hingga kini masih tertahan di beberapa negara adalah satu pesawat F5 Tiger yang tertahan di AS, suku cadang F5 Tiger yang tertahan di AS, Inggris, Belgia, Brazil, Korea Selatan, Malaysia dan Singapura. Selain itu, suku cadang F16 Fighting Falcon juga tertahan di AS dan Korea Selatan. Suku cadang Hawk 109/209 juga masih tertahan di Inggris dan mesin serta suku cadang A4 Sky Hawk masih tertahan di Selandia Baru. Akibat embargo AS tersebut, tingkat kesiapan pesawat-pesawat tempur TNI AU hanya mencapai 35 persen dari seluruh kekuatan yang ada. Selain berharap percepatan penarikan sejumlah suku cadang TNI AU, Pieter juga berharap AS dapat lebih memberikan kemudahan bagi militer Indonesia untuk dapat kembali memiliki kekuatan yang optimal melalui fasilitas Foreign Military Sales (FMS), Foreign Military Financing (FMF), termasuk program pendidikan dan pelatihan militer internasional (IMET).(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006