Jakarta (ANTARA) - Bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju mengaku masih ingin membongkar peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar serta seorang pengacara bernama Arief Aceh.

"Perlu saya sampaikan kembali permohonan justice collaborator, saya akan membongkar peran komisioner KPK Ibu Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh," kata Stepanus Robin saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa Lili Pintauli Siregar pernah menyarankan agar mantan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial untuk menghubungi pengacara bernama Arief Aceh.

Saran itu Lili sampaikan karena menemukan berkas perkara M. Syahrial terkait dengan jual beli jabatan di Tanjungbalai ada di meja Lili. Namun, M. Syahrial akhirnya tidak menghubungi Arief Aceh dan memilih untuk menggunakan jalur Stepanus Robin untuk mengurus perkaranya.

"Selain itu, juga saya sangat menyesali dan meminta maaf jika perbuatan yang saya telah lakukan telah mencoreng nama baik KPK. Akan tetapi, saya juga berharap dan meminta keadilan agar Ibu Lili Pintauli Siregar diproses sesuai dengan isi surat justice collaborator saya," ungkap Stepanus Robin.

Robin mendukung laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejaksaan Agung.

"Bahwa itu adalah tindak pidana pidana Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Robin.

Baca juga: Eks penyidik KPK Stepanus Robin dituntut 12 tahun penjara

Baca juga: Advokat Maskur dituntut 10 tahun penjara terkait urus perkara di KPK


Dalam perkara ini Stepanus Robin Pattuju dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan menerima suap senilai Rp11,025 miliar dan 36.000 dolar AS (sekitar Rp513 juta) sehingga totalnya sebesar Rp11,5 miliar terkait dengan pengurusan lima perkara dugaan korupsi di KPK.

Robin juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.322.577.000,00 yang bila tidak dipenjara, akan dipidana selama 2 tahun.

Stepanus Robin bersama rekannya advokat Maskur Husain dinilai terbukti menerima suap terkait lima perkara di KPK, yaitu pertama menerima suap dari mantan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial sebesar Rp1,695 miliar untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai agar tidak naik ke tahap penyidikan.

Perkara kedua, Robin dan Maskur mendapatkan Rp3.099.887.000,00 dan 36.000 dolar AS (sekitar Rp513,29 juta) atau senilai total Rp3,613 miliar dari mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsudin dan mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado terkait dengan penyelidikan KPK di Lampung Tengah.

Perkara ketiga, Robin dan Maskur mendapatkan Rp507,39 juta dari Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna tidak terseret dalam penyidikan perkara bansos di Kabupaten Bandung, Kota Bandung serta Kota Cimahi.

Perkara keempat, Robin dan Maskur mendapatkan Rp525 juta dari Usman Effendi, narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Tenjojaya yang sedang menjalani hukuman 3 tahun penjara.

Perkara kelima, Robin dan Maskur mendapatkan uang sejumlah Rp5.197.800.000,00 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Baca juga: Saksi bantah lakukan pemerasan dan penipuan terhadap Azis Syamsuddin

Baca juga: Saksi ungkap uang dari rumah Azis Syamsuddin untuk hilangkan nama

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021