Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Imparsial The Indonesian Human Rights Monitor menilai selama 13 tahun masa reformasi, Polri belum berhasil melakukan reformasi karena ada berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Direktur Program Imparsial, Al Araf, Minggu, mengatakan berbagai contoh kegagalan dari reformasi Polri di antaranya dengan masih tingginya laporan masyarakat terhadap penyalahgunaan wewenang, tindakan kekerasan hingga kasus salah tangkap yang dilakukan Polri.

"Kegagalan tersebut tidak lepas dari kewenangan yang diberikan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Komponas) selaku pengawas internal di kepolisian," ujarnya.

Untuk kasus terorisme, sejak tahun 2005 tercatat setidaknya ada 70 kasus salah tangkap. Sementara, untuk berbagai tindakan kriminal telah terjadi 135 kasus sejak 2005 sampai 2010, di antaranya, penyerangan terhadap warga, pembunuhan, pemerasan dan kekerasan berlebih dalam penanganan unjuk rasa.

"Untuk kasus salah tangkap dalam kasus terorisme, indeksnya setiap tahun terus meningkat," kata Al Araf.

Ia mengatakan, kegagalan kepolisian juga terdapat dalam data Transparansi Internasional, menyebut pada tahun 2008 Polri merupakan Institusi terkorup di Indonesia.

"Sedang data Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan terdapat 145 tunggakan kasus korupsi yang harus diselesaikan pada tahun 2010," paparnya.

Imparsial menilai jalannya reformasi polisi belum cukup apalagi memadai di dalam mewujudkan polisi yang profesional, tidak militeristik dan tidak korup.

Menurut dia, dinamika reformasi yang berjalan tidak memberi kontribusi yang maksimal bagi pembentukan polisi yang akuntabel, namun reformasi polisi yang berjalan hanya bersifat kosmetik belaka dan belum dilakukan secara lebih substansial dan lebih utuh.

Sebagai solusi memperbaiki Institusi kepolisian, Al Araf mengimbau pemerintah harus memberikan kewenangan lebih kepada Kompolnas untuk mengawasi kinerja Polri.

Oleh karena itu, diperlukan perbaikan pada sistem rekruitmen dan promosi yang selama ini dinilai masih sangat serba suap-menyuap.

Memberikan sanksi secara tegas dan berat kepada aparat kepolisian yang melakukan penyimpangan. Upaya penghukuman ini tidak bisa dan tidak boleh dilakukan secara diskriminatif, katanya.  (S037/A041/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011