Jakarta (ANTARA News) - Komite 33 mendesak Polri dan Kemenkominfo menyelidiki pesan singkat (SMS) gelap yang dinilai melecehkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sehingga bisa menjadi momentum untuk menyosialisasikan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Wakil Ketua Komite 33 Jemmy Setiawan mengatakan hal itu, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kasus SMS gelap ini jauh lebih penting ketimbang perkara content porno. "Penyidik Polisi (Unit Cybercrime Reskrimsus Polri) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Komunikasi dan Informasi harus secepatnya bertindak," katanya.

"Polri dan PPNS di Kementerian Komunikasi dan Informatika harus secepatnya bertindak," kata Jemmy.

Jemmy menjelaskan, perkara ini bisa sekaligus sebagai jalan untuk mensosialisasikan UU ITE ini kepada masyarakat, agar tidak "bermain-main" dengan SMS.

Dia menegaskan, tidak mungkin pengirin SMS ini tidak bisa dilacak. "Polri hendaknya proaktif mencari siapa pelaku penebar SMS ini. Karena, pengirim SMS tesebut sudah melecehkan Presiden sebagai kepala negara," katanya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, menilai pelaku penyebar pesan singkat (SMS) gelap yang dianggap memfitnah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat telah melanggar Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Ulah pelaku itu telah menyebar kabar bohong yang mengundang permusuhan. Pelakunya bisa dikenai hukuman," katanyasetelah meresmikan Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPTIK) di Kawasan Industri Jababeka Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jabar, Selasa.

Namun demikian, Tifatul mengaku kesulitan dalam melacak pelaku melalui fasilitas yang dimiliki operator penyedia layanan tersebut, karena banyaknya SMS yang beredar.

"Pengguna telepon genggam di Indonesia saat ini tercatat sebanyak 200 juta orang. Kalau dalam sehari per orang mengirim lima pesan berarti sekitar satu miliar. Kalau dilacak satu-satu akan repot," katanya.

Selain itu, kata dia, pelaku melakukan penyebaran pesan singkat itu tidak secara berkelanjutan sehingga menyulitkan operator mendeteksi keberadaan pelaku.

"Kalau dia konsisten melakukan dalam beberapa kali, tentu akan terlacak," ujarnya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011