Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengemukakan Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Kamboja namun berdasarkan Pasal 44 dari Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) permintaan ekstradisi bisa dilakukan.

"Perlu diketahui Kamboja, seperti Indonesia, merupakan Negara Peserta Konvensi PBB Anti Korupsi sejak tahun 2007. Kamboja sepertinya juga tidak melakukan reservasi --hak untuk tidak memberlakukan ketentuan Konvensi-- atas keberlakuan Pasal 44," kata Hikmahanto yang juga Guru Besar Hukum Internasional kepada ANTARA News di Jakarta, Senin, terkait kasus Nunun Nurbaeti.

Nunun Nurbaeti telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap anggota DPR periode 1999-2004.

Oleh karena itu, kata dia, Kamboja mempunyai kewajiban untuk menyerahkan Nunun bila ada permintaan ekstradisi dari Pemerintah Indonesia yang didasarkan pada Konvesi PBB tentang Anti Korupsi.

Pasal 44 ayat 1 menyatakan ekstradisi, kata dia, dapat dimintakan antarnegara peserta sepanjang ketentuan di negara dimana orang yang diminta berada mengatur perbuatan yang juga merupakan kejahatan korupsi.

"Dalam perjanjian ekstradisi hal ini yang dikenal sebagai dual atau double criminality," katanya.

Menurut dia, prosedur permintaan ada baiknya dilakukan oleh KPK atas permintaan Menteri Hukum dan HAM sesuai Pasal 44 UU Ekstradisi yang kemudian difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Indonesia di Kamboja.

"Sebelum minta ekstradisi, Pemerintah Indonesia bisa meminta otoritas Kamboja untuk membantu melokalisasi keberadaan Nunun di Kamboja berdasarkan perjanjian Mutual Legal Assitance ASEAN. Ini dilakukan bila alamat akurat Nunun tidak diketahui oleh KPK," katanya.

Sementara itu Senin pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri untuk memfasilitasi kepulangan Nunun Nurbaeti.

Menurut Juru Bicara Kepresidenan Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah kepulangan Nunun tersebut harus difasilitasi melalui proses hukum yang telah berjalan.
(G003/B013)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011