Surabaya (ANTARA News) - Pengamat politik dan militer dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Drs Hariadi MS, mengemukakan bahwa pengajuan nama Marsekal TNI Djoko Soeyanto sebagai calon Panglima TNI akan meminimalkan resistensi (penolakan) dari berbagai kalangan, khususnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). "Pengajuan satu nama dari presiden, yakni Marsekal TNI Djoko Soeyanto akan meminimalkan resistensi dari aktivis gerakan HAM, dan ini juga akan mendapatkan legitimasi dari masyarakat, karena track record Djoko juga bagus," katanya kepada ANTARA News di Surabaya, Senin. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (15/1) malam, menyerahkan surat kepada pimpinan DPR yang isinya mengajukan satu nama, yaitu Marsekal TNI Djoko Soeyanto yang kini menjabat Kepala Staf TNI-AU (Kasau), sebagai Panglima TNI mengantikan Jenderal TNI Endiartono Sutarto. Khusus di parlemen, menurut dia, satu-satunya fraksi yang terlihat akan menolak adalah PDIP yang sejak awal sudah mengajukan nama mantan Kepala Staf TNI-AD (Kasad), Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu. Rymizard yang kini menjadi Pati di Mabes TNI pernah diajukan sebagai Panglima TNI oleh Presiden Megawati, yang digantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sejak awal PDIP kan sudah menegaskan untuk menjadi oposisi, cuma dalam hal ini hanya akan menjadi kekuatan yang kesepian, sementara fraksi lainnya dipastikan tidak akan memberikan perlawanan," ujarnya. Pengajuan nama Djoko Soeyanto menunjukkan bahwa presiden memberikan kesempatan kepada TNI-AU untuk mendudukkan salah seorang perwiranya sebagai orang nomor satu di jajaran TNI. "Karenanya, ini merupakan sejarah tersendiri bagi TNI AU, karena selama Orde Baru ada stigma kurang baik bagi TNI AU, terutama dalam kaitan dengan peristiwa Gerakan 30S/PKI. Jadi, ini semacam upaya penyeimbangan dari presiden untuk semua angkatan," ujarnya. Mengenai faktor politisnya, Hariadi menilai, tetap ada, yakni dalam kaitan dengan Pemilu 2009. Kalau dilihat dari umurnya, maka Marsekal TNI Djoko Soeyanto yang angkatan 1973 di Akabri --sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono-- kemungkinan akan pensiun pada 2008. Oleh karena itu, ia menilai, pada 2009 kemungkinan presiden bisa menaikkan Jenderal TNI Djoko Santoso yang angkatan 1975 di Akabri dan kini menjabat Kasad sebagai penggantinya. Mengenai kemungkinan adanya penolakan dari kalangan perwira TNI-AD yang tidak puas, ia mengemukakan, saat ini ada perkembangan yang sangat baik di kalangan TNI, khususnya Angkatan Darat untuk mengikuti aturan politik dan hukum yang telah ditetapkan. "Jadi, saya kira kalangan TNI-AD akan melihat bahwa masalah ini merupakan hak prerogatif presiden. Saya kira dalam konteks ini TNI-AD akan mendukung. Kalau kemungkinan ada penolakan, maka itu hanya beberapa kalangan yang tidak signifikan," tuturnya. Hanya saja, katanya, untuk itu Djoko Soeyanto harus pandai-pandai merangkul semua kalangan di TNI, dan tentunya di antara matra di TNI berbeda pendekatan dalam merangkulnya. "Misalnya, untuk TNI AD yang dikenal sebagai angkatan tertua perlu cara tersendiri untuk merangkulnya. Mereka mungkin ingin lebih diorangkan," demikian Hariadi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006