Banjarmasin, Kalimantan Selatan (ANTARA News) - Ketua Komisi II bidang ekonomi keuangan DPRD Kalimantan Selatan, Muhammad Ihsanudin menyatakan, komisinya kembali akan mengundang Dinas Pendapatan Daerah setempat dan manajemen PT Adaro Indonesia, untuk membahas masalah pajak alat berat.

Hal itu guna klarifikasi masalah pajak alat berat, karena saat pertemuan Komisi II DPRD Kalsel dengan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan perusahaan besar pertambangan batu bara tersebut beberapa waku lalu, belum ada kejelasan, demikian dilaporkan, Minggu.

"Kita ingin kejelasan yang lebih jelas lagi masalah pajak alat berat. Karena itu Komisi II DPRD Kalsel yang juga membidangi perpajakan dan retribusi daerah menundang kembali Dispenda dan Adaro," tandas ketua komisi tersebut.

Namun Ketua Komisi II yang didampingi anggotanya Midy Yusi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu belum bisa memastikan waktu mengundang Dispenda dan Adaro, kecuali memperkirakan pada minggu keempat Juni 2011

"Mengapa cuma Adaro yang seakan menjadi perhatian? Karena Komisi II DPRD Kalsel menjadikan perusahaan besar yang beroperasi di daerah hulu sungai atau `Banua Enam` Kalsel tersebut sebagai pilot proyek," katanya menjawab ANTARA Banjarmasin.

Pasalnya perusahaan pertambangan batu bara generasi pertama di Kalsel itu diperkirakan terbanyak menggunakan alat berat serta jumlah produksi dibandingkan dengan perusahaan lain, lanjut wakil rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Selain itu, ada kesan ketidak sinkronan keterangan antara Dispenda Kalsel dengan pihak manajemen Adaro, terkait pajak alat berat, baik yang dibayar perusahaan tersebut maupun perusahaan lain di provinsi yang terdiri 13 kabupaten/kota itu.

Padahal pajak dan retribusi merupakan penerimaan dominan bagi Kalsel untuk membiayai pembangunan daerah dan masyarakat provinsi setempat yang kini mencapai 3,6 juta jiwa, demikian Ihsanudin.

Sebelumnya saat pertemuan beberapa waktu lalu pihak Dispenda Kalsel yang dihadiri Kepala Bidang Pajak dan Retribusi, H Gusti Riadiansyah belum bisa memberi kejelasan jumlah alat berat yang beroperasi di provinsi itu, termasuk dari Adaro.

Begitu pula penerimaan daerah dari pajak alat berat ada ketidak sinkronan antara keterangan Dispenda dengan pihak Adaro, yaitu terjadi selisih perhitungan mencapai miliaran rupiah.

Sebagai contoh, keterangan pihak Dispenda penerimaan pajak alat berat dari Adaro dan PT Arutmin Indonesia yang bergerak di bidang pertambangan batu bara pada Tahun 2010, berjumlah sekitar Rp23 miliar.

Sementara keterangan pihak Adaro, mereka sudah membayar pajak alat berat berjumlah Rp22,4 miliar dan dari Arutmin sekitar Rp1,8 miliar, sehingga dari dua perusahaan pertambangan tersebut jumlahnya Rp24,2 miliar.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011