Denpasar, 26/6 (ANTARA) - UNESCO, organisasi internasional yang menangani masalah kebudayaan dan pendidikan, menempatkan film sebagai seni yang ketujuh.

"Dengan demikian karya film itu akan mampu memberikan dampak atau citra positif terhadap sebuah objek yang diangkat ke dalam film," kata Slamet Rahardjo Djarot, seorang aktor senior Indonesia yang dipercaya menjadi salah satu tim juri Festival Film Dokumenter Bali (FFDB) di Denpasar, Minggu.

FFDB diselenggarakan untuk memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33 tahun 2011.

Karya film yang bermutu dan enak untuk ditonton dihasilkan dengan dukungan teknologi yang terbingkai dalam kaidah-kaidah sistem.

Ia mengatakan, penggarapan karya film secara spesifik dan profesional akan mampu merubah citra tentang sebuah objek yang diangkat di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

"Bali misalnya dengan keunikan seni budaya yang tidak dimiliki daerah atau negara lainnya dapat diangkat sedemikian rupa ke dalam sebuah karya film, sehingga akan mampu memberikan citra, bahwa Pulau Dewata itu betul-betul hebat," ujar Slamat Rahardjo.

Menurutnya, Bali lewat karya film yang bermutu dapat memberikan citra positif di dunia internasional, bahwa Pulau Dewata yang selama ini sebagai tempat berlibur jutaan wisatawan mancanegara setiap tahunnya, betul-betul memiliki keunggulan dan kelebihan dibanding negara lainnya.

Oleh sebab itu penggarapan dari segi artistik harus menjadi pemikiran sebelum karya film itu digarap, sehingga nantinya karya yang dihasilkan betul-betul bermutu dan enak ditonton oleh siapa saja, kata Slamet Rahardjo.

Pihaknya, menyambut baik inisiatif Pemprov Bali untuk menggelar Festival Film Dokumenter Bali, salah satu dari enam agenda PKB yang berlangsung sebulan penuh.

Dalam festival itu masuk 34 judul film yang berasal dari delapan provinsi di Indonesia yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta dan tuan rumah Bali.

Film-film tersebut dari segi penggarapan perlu pendalaman dan sebuah pemaparan yang jujur mengenai sebuah persoalan atau topik tertentu.

Pemaparan tersebut harus mengalir dari dalam hati pembuatnya, dengan terlebih dulu memahami, menghayati dan bersikap terhadap persoalan yang diangkatnya, tambahnya.

Hal itu penting karena film dokumenter memiliki keimanan tersendiri, karena pembuat film dokumenter mewakili penonton yang hadir dalam peristiwa yang diangkat tersebut ke dalam layar, ujar ujar Slamat Rahardjo. ***6***

T. I006/b





(T.I006/B/F001/F001) 26-06-2011 10:56:43

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011