Sehingga, sistem jaminan kesehatan dan pendidikan gratis sebainya tidak dilakukan dengan sistem asuransi, sebagaimana mau diarahkan melalui BPJS, tetapi diurus langsung oleh Pemerintah (Negara).
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono menyatakan, seluruh jajarannya yang didukung sejumlah serikat pekerja dan buruh lainnya, sepakat mendesak DPR RI bersama Pemerintah RI menghentikan sementara pembahasan RUU BPJS.

"Kami melihat ada penyusupan kepentingan asing dan unsur-unsur `neoliberalisme` (neolib) di sana. Misalnya saja, menjadikan rakyat kita sebagai target penghisapan dana-dana bermantel asuransi. Ini harus ditolak," tandasnya, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan itu menjawab pertanyaan ANTARA, usai konferensi pers mengenai hasil survei Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Forum diskusi dan pernyataan pers itu sendiri berubah menjadi ajang para anggota federasi pekerja itu untuk melontarkan kritik tajam atas permainan antek-antek `neolib` asing.

Yang jadi sasaran, antara lain LSM asing tertentu dari Jerman serta anasir-anasir `Asian Development Bank` (ADB).

"Merekalah yang dianggap secara sistematis memainkan kepentingan mereka melalui penyusunan sejumlah pasal krusial di Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Sosial (RUU BPJS) sekarang, juga pada Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dulu," ungkap Koordinator Buruh Koja, Yuli Mansur.

Ia dkk-nya mengingatkan, jika RUU BPJS dipaksakan dengan konsep seperti apa adanya sekarang, para buruh mengancam menarik seluruh iuran mereka di PT Jamsostek, sekaligus melakukan `judicial review` ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diberitakan, soal format kelembagaan penyelenggara jaminan sosial, sesuai UU SJSN, harus dilakukan BPJS yang nirlaba.

Saat ini ada empat BPJS milik negara, yakni PT Taspen, PT Jamsostek, PT Askes dan Asabri, dengan sebagian dana mereka kini diinvestasikan di lantai bursa atau usaha komersial lainnya.

Diketahui, ada pihak yang belum menghendaki ke-4 badan ini digabung jadi satu atau dua sebagai BPJS nirlaba sesuai amanat UUD 1945, UU SJSN serta RUU BPJS.

DPR RI memang telah meminta Pemerintah mengusulkan format transformasi dan transisi kelembagaan serta kepesertaan.


Jangan Bebani Rakyat

Sementar itu, baik FX Arief Poyuono maupun Yuli Mansur mengatakan, pihaknya telah mencium gelagat tidak baik dalam proses pembahasan RUU BPJS, karena pihak asing menyelipkan `penarikan premi asuransi` dari seluruh rakyat Indonesia.

"Ini tidak benar. Rakyat jangan dijadikan obyek penarikan iuran begitu. Terbalik kan? Seharusnya, sesuai amanat konstitusi di dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Pancasila, Negara melalui Pemerintah harus memenuhi kewajibannya memberikan hak-hak dasar rakyat," tandas mereka.

Hak-hak dasar itu, menurut Poyuono, ialah, adanya jaminan kesehatan dan pendidikan gratis, juga tunjangan hari tua hinga kematian.

"Jangan dibalik-balik. Itu juga yang dikehendaki oleh mayoritas responden berdasarkan hasil survei kami," ungkapnya.

Yaitu, lanjutnya, hampir 95.9 perssen responden menginginkan adanya jaminan kesehatan dan jaminan pendidikan gratis, yang memang merupakan perintah konstitusi kita.

"Sehingga, sistem jaminan kesehatan dan pendidikan gratis sebainya tidak dilakukan dengan sistem asuransi, sebagaimana mau diarahkan melalui BPJS, tetapi diurus langsung oleh Pemerintah (Negara)," pungkas FX Arief Poyuono.

(M036)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011