ketentuan RUU Kesehatan memberi mandat kepada Menteri Kesehatan untuk mengintervensi kerja BPJS yang bersumber dari iuran gotong royong masyarakat.
Jakarta (ANTARA) - Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengemukakan Pasal 13 ayat (2) huruf a Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan akan merevisi tanggung jawab BPJS Kesehatan yang semula langsung kepada Presiden, menjadi melalui Kementerian Kesehatan.

"Di UU BPJS Pasal 7 ayat (2) UU BPJS mengamanatkan BPJS bertanggung jawab langsung ke Presiden, akan direvisi di RUU Kesehatan, dengan ketentuan yaitu BPJS bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BPJS Kesehatan akan bertanggung jawab langsung ke Presiden melalui Menteri Kesehatan," kata Timboel Siregar yang dikonfirmasi di Jakarta, Ahad.

Ia berpandangan, RUU Kesehatan yang saat ini tengah dibahas Komisi IX DPR RI bersama sejumlah stakeholeders terkait berpotensi menurunkan kewenangan BPJS, yaitu jajaran direksi dan Dewan Pengawas BPJS.

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan amanat konstitusi, kata Timboel, tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh BPJS Kesehatan, namun perlu dukungan dari kementerian/lembaga lainnya.

"Hadirnya Inpres No. 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN yang melibatkan 30 kementerian/lembaga dan pemda memposisikan BPJS bertanggung jawab langsung ke Presiden, sehingga pelaksanaan program JKN memiliki check and balanced system antara BPJS dan kementerian/lembaga. Bila BPJS di bawah Menkes maka program JKN akan terancam tidak berjalan dengan baik, yang dampaknya langsung kepada masyarakat," katanya.

Timboel mengatakan, ketentuan RUU Kesehatan memberi mandat kepada Menteri Kesehatan untuk mengintervensi kerja BPJS yang bersumber dari iuran gotong royong masyarakat.

"Tugas Kemenkes yang seharusnya dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), bisa dialihkan menjadi pembiayaan dari iuran masyarakat," katanya.

Program kesehatan yang bersifat pembiayaan APBN, seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), bisa saja diserahkan kepada Program JKN untuk membiayainya, kata Timboel.

"Bila hal ini terjadi, maka program JKN akan kembali berpotensi mengalami defisit karena penggunaan iuran masyarakat yang dikumpulkan di BPJS Kesehatan digunakan untuk kepentingan Kemenkes. Bila defisit maka akan berdampak langsung pada penurunan pelayanan kepada masyarakat," katanya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dalam Diskusi Publik bertajuk Urgensi RUU Kesehatan, yang digelar DPP PKB pekan lalu, mengatakan pendapatan iuran BPJS Kesehatan saat ini meningkat lebih dari Rp100 triliun seiring kesadaran masyarakat pada pentingnya JKN.

"Total dana BPJS Kesehatan dulunya Rp40,7 triliun, sekarang Rp144 triliun. Ini sudah melampaui anggaran Kementerian Kesehatan," katanya.

Ghufron mengemukakan, RUU Kesehatan saat ini justru berpotensi mengembalikan kelembagaan BPJS Kesehatan pada era 1968, dengan hadirnya Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang pernah berada di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan.

"Intinya, BPJS Kesehatan berevolusi dari PT Askes hingga BPJS Kesehatan saat ini. Kalau kami kembali pada 1968, mundurnya itu luar biasa, dan proses sampai mandiri dengan uang peserta itu memerlukan banyak pengorbanan, jangan sampai kerja puluhan tahun menjadi kemunduran," katanya.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Apresiasi Upaya Peningkatan Mutu Layanan RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Baca juga: BPJS Kesehatan pastikan layanan DPP berjalan baik di Kota Jayapura

Baca juga: Anggota DPR: RUU kesehatan akomodasi pengobatan tradisional

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023