Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan Darsem binti Daud Tawar, TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat, bebas dan telah kembali ke keluarganya.

Menurut Kepala BNP2TKI, Darsem dipulangkan oleh Kementerian Luar Negeri dan tiba di Jakarta pada Rabu sekitar pukul 11.45 WIB menggunakan penerbangan Saudi Arabian Airlines SV 822 dari Riyadh.

Selanjutnya, Darsem dipertemukan dengan pihak keluarga di kantor Kementerian Luar Negeri serta langsung diantar pulang ke daerah asalnya di Kampung Trungtum Desa Panimban Rt 09/04, Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Darsem terbebas dari ancaman hukuman pancung di Arab Saudi, setelah pemerintah Indonesia membayar diyat (denda) sebesar Rp4,7 miliar (2 juta real Saudi).

Menurut Jumhur, pembayaran diyat untuk Darsem dilakukan dengan anggaran pos perlindungan WNI/TKI Kemenlu pada 21 Juni 2011 dan lebih dulu ditransfer ke rekening Kedutaan Besar RI di Riyadh.

Dana tersebut kemudian disampaikan oleh KBRI ke ahli waris korban dalam bentuk cek melalui pengadilan di Riyadh pada 25 Juni 2011, yang disaksikan Lajnatul Ishlah wal-`Afwu (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf).

"Jadi, pembayaran diyat dilaksanakan tidak melebihi batas waktu tanggal 7 Juli 2011 sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan di sana," ujarnya.

Dengan pembayaran diyat itu, kata Jumhur, nasib Darsem yang masih mendekam di penjara wanita Al-Malaaz, Riyadh dan masih menghadapi hukuman publik (kurungan penjara) pun diupayakan Kedutaan Besar RI guna mendapatkan pengampunan dari pemerintah Arab Saudi atau Raja Abdullah.

Upaya itu akhirnya membuahkan pembebasan murni bagi Darsem sampai proses kepulangannya.

Jumhur menjelaskan hukum publik itu terkait antara Darsem dan pemerintah Arab Saudi yang memang dapat diintervensi oleh kerajaan sehingga seseorang bisa dinyatakan bebas murni dari konsekuensi hukuman publik.

Sementara perbuatan menghilangkan nyawa orang dengan vonis hukuman mati (qishash) merupakan hukum privat (jinayah) yang berlaku di Arab Saudi antara Darsem dengan keluarga korban, namun tidak dapat diintervensi oleh siapapun kecuali diperoleh pemaafan ahli waris korban untuk digantikan uang diyat, kata Jumhur.

Darsem binti Daud Tawar diberangkatkan ke Arab Saudi sebagai TKI Penata Laksana Rumah Tangga oleh PT Titian Hidup Langgeng, Jakarta pada 2006 dan bekerja pada keluarga Ibrahim Sholeh Ahmad Al-Mubariki yang beralamat di Distrik Al-Uraija, selatan kota Riyadh.

Sekitar Desember 2007, Darsem diberitakan membunuh seorang warganegara Yaman, Walid yang sedang bertandang ke rumah majikannya.

Dalam pengakuan kepada staf KBRI yang menemui di penjara Al Malaaz pada 6 Februari 2008, Darsem mengatakan membunuh dengan diawali cara korban masuk ke kamarnya membawa sebilah pisau dan berupaya memperkosa disertai ancaman sambil menindih tubuhnya.

Darsem meronta kemudian lari ke dapur namun tetap dikejar korban dan di dapur itulah Darsem menemukan palu (martil) serta dipukulkan berkali-kali ke bagian tubuh korban hingga menemui ajal, mayat korban pun diletakkan Darsem di tempat penampungan air.

Pengadilan terhadap Darsem pertama kali dilaksanakan di Riyadh pada 25 Maret 2009 tetapi urung berlangsung karena ketidakhadiran pihak penuntut.

Pada sidang berikutnya, 22 April 2009, pengadilan dapat digelar mendengarkan dakwaan untuk Darsem.

Di pengadilan yang sama pada 6 Mei 2009, Darsem yang didampingi penasihat hukum KBRI ditetapkan dengan vonis mati (pancung).

Pada 9 Mei 2009 KBRI bersama pengacara Darsem mengajukan banding.

Selain menempuh banding, KBRI mengupayakan pendekatan keluarga korban dengan perantara pejabat Kedutaan Besar Yaman di Riyadh.

Pada 29 Mei 2010, KBRI juga mendatangi kantor Gubernur Riyadh untuk meminta peran Lajnatul Ishlah wal-`Afwu dan disanggupi dengan kesediaan memakai lembaga tersebut sebagai mediator antara KBRI dan ahli waris, terutama terkait mendapatkan pemaafan keluarga korban.

Pada 26 Juni 2010 KBRI mengirim surat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Arab Saudi dalam kaitan kasus Darsem.

Pada 1 September 2010, KBRI juga mengirim nota diplomatik ke pemerintah Arab Saudi meminta pengunduran eksekusi Darsem mengingat upaya damai dengan keluarga korban masih berjalan.

Pada 7 Januari 2011, KBRI menerima pemberitahuan dari kantor Gubernur Riyadh bahwa pihak ahli waris telah memberi pemaafan dengan imbalan uang diyat sebesar 2 juta riyal Saudi dan atas tercapainya damai ini pengadilan di Riyadh memberi batas waktu enam bulan dilaksanakannya pembayaran diyat dalam kasus Darsem.

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011