Manado (ANTARA News) - DPRD Sulawesi Utara (Sulut) meminta pemerintah daerah setempat mengusut tuntas temuan beras impor yang terkontaminasi limbah beracun merkuri. "Jika tidak dilakukan pengusutan dan langkah pencegahan, beras itu bakal berimbas negatif terhadap kesehatan masyarakat, kata anggota Komisi B DPRD Sulut, James Karinda, saat hearing dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Propinsi Sulut, Rabu di Manado. DPRD Sulut memintakan pihak Disperindag Sulut mengoptimalkan Balai Penelitian Perdagangan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji kelayakan dan kebersihan atas kebutuhan bahan pokok tersebut. Beras yang diduga tercemar merkuri tersebut ternyata bukan pasokan petani lokal, melainkan dari luar negeri, harus dilakukan pengusutan sekaligus pencegahan jangan sampai berlanjut, kata Karinda, juga Ketua Fraksi PDIP Sulut. Kepala Dinas Perindag Sulut, Alberth Pontoh, mengatakan, beras dimpor yang diduga tercemar merkuri semuanya sudah ditarik dari pasaran, terutama di pasar-pasar tradisional. "Beras impor tersebut sudah ditarik sepenuhnya dipasaran, dan beras itu berasal dari Thailand," kata Pontoh. Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa kandungan merkuri di beras tersebut sekitar 0,12 ppm atau masih dibawah standar kandungan yang ditetapkan WHO sekitar 0,5 ppm. Temuan adanya racun merkuri standar wajar, karena setiap tanah memiliki racun tertentu, bahkan informasi dari distributor beras ternyata ada kesalahan tulis pada label beras tersebut, kata Pontoh. Hanya saja temuan beras dari negeri Thailand tersebut mengundang kecaman DPRD Sulut, karena saat ini sedang berkembang aksi penjualan bebas beras impor sebelum adanya kebijakan beras impor dari pemerintah pusat. Menurut anggota DPRD Sulut, Edison Masengi, beras impor yang sedang dipertentangkan pemerintah dan legislatif, ternyata sudah beredar di Sulut, bahkan telah ditemukan kandungan racun merkuri. "Berarti Pemprop Sulut sudah membiarkan pasokan beras impor masuk sejak tahun-tahun sebelumnya," tambah Masengi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006