Jakarta (ANTARA) - Koalisi masyarakat sipil dan akademisi meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera melaksanakan putusan Hakim Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk tidak mengklasifikasi kontrak pertambangan sebagai informasi tertutup atau rahasia.

"Putusan dua gugatan sengketa informasi oleh Majelis Hakim Komisioner Komisi Informasi Pusat merupakan terobosan penting dalam memperbaiki tata kelola pertambangan yang semakin tidak transparan," kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim) sekaligus penggugat, Pradarma Rupang melalui keterangan tertukis yang diterima di Jakarta, Senin.

Koalisi masyarakat sipil #BersihkanIndonesia menilai putusan tersebut memperkuat posisi warga negara atau masyarakat untuk mengevaluasi dan menggugat pengajuan perpanjangan kontrak PKP2B dan Kontrak Karya (KK) yang sedang diproses maupun telah selesai oleh pemerintah tanpa adanya konsultasi dengan masyarakat.

Rupang mengatakan poin putusan hakim penting bagi publik karena membatalkan penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian ESDM Nomor 001 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan Sub Sektor Mineral dan Batu Bara tertanggal 24 Februari 2020.

"Putusan ini disebutkan dalam kedua gugatan yaitu membatalkan dokumen kontrak sebagai klasifikasi yang dikecualikan dibuka oleh publik," ujarnya.

Baca juga: Kementerian ESDM keluarkan aturan perpanjangan kontrak pertambangan

Artinya, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM tidak lagi boleh menutup semua dokumen kontrak perusahaan tambang batu bara dan mineral.

Para Hakim Komisioner memutuskan lima kontrak PKP2B batu bara raksasa sebagai dokumen yang terbuka bagi publik yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin yang keduanya merupakan anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Kontrak lainnya adalah PT Berau Coal (BC), PT Multi Harapan Utama (MHU) dan PT Kideco Jaya Agung. Yang terakhir adalah anak usaha dari PT Indika Energy Tbk (INDY).

Selain itu, dalam gugatan pertama, Hakim Komisioner juga memutuskan dokumen evaluasi perpanjangan otomatis kontrak PT Arutmin menjadi IUPK batu bara sebagai dokumen terbuka, termasuk di dalamnya dokumen evaluasi, rekaman dan catatan notulensi dari evaluasi pengajuan perpanjangan kontrak PKP2B PT Arutmin.

Senada dengan itu, penggugat lainnya, Serly Siahaan warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara mengatakan putusan hakim dalam gugatan kedua memutuskan satu dokumen KK menjadi dokumen terbuka, yaitu kontrak milik PT Dairi Prima Mineral anak usaha PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).

"Putusan ini sangat berharga dan penting," kata dia.

Baca juga: Renegosiasi kontrak pertambangan tambah penerimaan negara

Sebab, masyarakat bisa mengetahui informasi mengenai perusahaan dan rencana pertambangan yang dianggap mengancam mata pencaharian dan keselamatan warga karena berada di lokasi rawan gempa, ujarnya.

Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti mengatakan ada dua hal signifikan dari putusan hakim. Pertama, menunjukkan pentingnya keterbukaan informasi terkait kontrak bisnis perusahaan pertambangan.

"Kedua, partisipasi masyarakat dalam industri pertambangan," ujar dia.

Ia berpendapat pertambangan merupakan urusan publik karena aktivitas pertambangan berdampak langsung pada masyarakat dan imbas buruk bagi lingkungan juga berpengaruh pada kelangsungan hidup serta mata pencaharian masyarakat.

Dalam upaya litigasi serupa, penting bagi masyarakat sipil mendorong penggunaan forum-forum alternatif seperti KIP dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Tujuannya, agar dapat diperluas publik sehingga mereka mendapatkan haknya. Tidak hanya itu, putusan tersebut juga harus diperluas ke daerah lain yang mengalami kondisi yang sama, kata dia.

Baca juga: Hatta: Usut kelompok yang hambat renegosiasi kontrak

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022