Aden (ANTARA News) - Seorang penyerang bunuh diri Minggu meledakkan truk berisi bom di sebuah kamp militer di Aden, menewaskan sembilan prajurit Yaman, kata satu sumber militer, di tengah meningkatnya pertempuran antara pasukan dan gerilyawan.

Kementerian pertahanan menuduh Al-Qaida bertanggung jawab atas ledakan besar itu, yang menghantam kendaraan-kendaraan militer yang sedang meninggalkan kamp tersebut.

Sumber militer itu mengatakan, sembilan orang tewas dan 21 lain cedera dalam pemboman itu, dan beberapa dari mereka yang cedera berada dalam kondisi serius, termasuk empat orang yang diangkut dengan helikopter ke ibu kota, Sanaa.

Kementerian pertahanan mengatakan dalam teks pernyataan yang diterima AFP, penyerang bom itu adalah anggota Al-Qaida, namun mereka menyebut jumlah kematian hanya empat, bukan sembilan.

Serangan itu terjadi hanya beberapa hari setelah pemboman lain di Aden, kota utama di Yaman selatan, yang menewaskan warga Inggris bernama David Mockett. Seorang pejabat intelijen Yaman mengatakan, pemboman itu memiliki ciri-ciri Al-Qaida.

Sejumlah prajurit mengatakan kepada AFP, ledakan Minggu itu terjadi ketika pasukan bersiap-siap meninggalkan kamp itu menuju provinsi Abyan.

Seorang letnan kolonel termasuk diantara mereka yang tewas dalam pemboman tersebut, kata seorang petugas medis.

Pasukan keamanan Yaman selama beberapa pekan ini memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al-Qaida di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei.

Kekerasan menewaskan sekitar 150 prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri "Pengikut Sharia" menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei.

Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al-Qaida, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.

Pertempuran di Abyan itu berlangsung ketika protes massal yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh memasuki bulan keenam, yang melumpuhkan sejumlah kota dan mendorong negara itu ke dalam ketidakpastian politik.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011