Harusnya pengemudi berprestasi mendapatkan penghargaan dari manajemen
Jakarta (ANTARA) - Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) meminta manajemen TransJakarta untuk mengevaluasi kebijakan target tempuh 100 kilometer bagi pengemudi sebagai salah satu bentuk mitigasi kecelakaan yang sepanjang tahun 2021 tercatat sebanyak 508 kejadian.

“Harusnya pengemudi berprestasi mendapatkan penghargaan dari manajemen, jadi bukan berbasis sistem target tempuh 100 kilometer. Ini harus dievaluasi,” kata Ketua Komisi Kelaikan dan Keselamatan DTKJ Prayudi dalam diskusi soal keselamatan TransJakarta di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, sistem target tempuh 100 kilometer membuat pengemudi tidak memiliki jiwa melayani namun hanya mengejar waktu.

Akibatnya, jika mengejar waktu untuk memenuhi target tersebut berpotensi menimbulkan faktor tergesa-gesa bagi pengemudi yang dikhawatirkan memicu kecelakaan.

DTKJ mencatat sepanjang 2021 terjadi 508 kecelakaan yang melibatkan perusahaan jasa transportasi BUMD DKI Jakarta itu.

Kecelakaan paling banyak terjadi pada Januari 2021 mencapai 75 kali dan pada Maret 2021 mencapai 72 kali kejadian.

Meski selama bulan ke bulan dalam 2021 jumlah kecelakaan semakin menurun, namun tingkat fatalitas makin serius dengan adanya korban jiwa yang terjadi pada Desember 2021.

“Terakhir adalah pada Desember 2021 yang mengakibatkan korban meninggal tiga orang langsung. Ini menunjukkan kecelakaan ini semakin serius dan harus ditangani, segera diantisipasi,” katanya.

Dia menambahkan selama 2021, kecelakaan TransJakarta paling banyak dialami operator PPD sebanyak 34 persen, Mayasari 32 persen, Steady Safe (16), Kopaja (13), Trans Swadaya (3), Pahala Kencana dan Bianglala masing-masing satu persen.

Selain soal target 100 kilometer, DTKJ memberikan catatan khusus kepada manajemen operasional untuk mitigasi permasalahan di TransJakarta di antaranya tidak adanya divisi khusus setingkat direksi untuk membina keselamatan pengemudi.

"Tidak adanya rencana operasi (renop) dan spesialisasi jalur sehingga pengemudi tidak menguasai lintasan jalur, tidak memiliki catatan kesehatan pengemudi sebelum bertugas, dan tidak memiliki klinik kesehatan khusus pengemudi," kata Prayudi membeberkan sejumlah catatan.

Selanjutnya tidak ada cek unit untuk memastikan kesiapan kondisi pengemudi dan armada termasuk basis data serta tidak tersedianya standar operasional prosedur (SOP) yang fokus pada keselamatan.

Selain kepada manajemen, DTKJ juga memberikan catatan menyangkut prasarana di antaranya tersedianya pemandu pada selter untuk memastikan keselamatan penumpang.

Kemudian untuk mengantisipasi kelelahan dan kelalaian pengemudi perlu juga disediakan tempat istirahat atau toilet di selter.
Baca juga: Terjadi 508 kecelakaan TransJakarta pada 2021, terbanyak bus PPD
Baca juga: DTKJ harapkan ada divisi keselamatan di TransJakarta pada 2022
Baca juga: Ironi kecelakaan bus TransJakarta


Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022