Ambon (ANTARA) - Komisi III DPRD Maluku menyarankan rencana pembangunan kembali ratusan rumah pengungsi Kariuw, Kabupaten Maluku sebaiknya menggunakan konstruksi beton dan permanen.

"Kalau satu unit rumah hanya dianggarkan Rp68 juta oleh Pemkab Malteng, konstruksi bangunannya pasti menggunakan bahan dasar kayu, sementara warga sebelumnya membangun rumah mereka berkonstruksi beton dengan nilai ratusan juta rupiah," kata anggota Komisi III DPRD Maluku Inyo Pattipeiluhu di Ambon, Kamis.

Baca juga: Polda Maluku kirim tim psikologi untuk trauma healing pengungsi Kariuw

Penjelasan Inyo disampaikan dalam rapat kerja lanjutan komisi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov dan Pemkab Malteng membahas rencana pembangunan infrastruktur di Kariuw yang rusak akibat konflik 26 Januari 2022.

Menurut dia, kalau menggunakan konstruksi kayu yang ditentukan adalah kualitas kelas satu, namun di lapangan bisa saja berubah menjadi kayu jenis kelas tiga atau campuran yang kualitasnya buruk.

Anggota komisi lainnya, Irawadi mengatakan untuk standar Rp68 juta membangun satu unit rumah pengungsi harus dipertimbangkan lagi oleh Pemkab Malteng.

"Minimal rumah yang layak itu ukurannya 3 x 6 meter, sehingga anggaran yang diperhitungkan Dinas PKP dan Bappeda Malteng harus dinaikkan," ujarnya dalam rapat yang dipimpin ketua komisi, Richard Rahakbauw.

Sementara Fauzan Alkatiri yang juga anggota komisi III mengingatkan pembangunan rumah pengungsi meski tetap diprioritaskan, yang terpenting adalah penyelesaian akar masalah.

Wakil ketua Komisi III DPRD Maluku, Hatta Hehanussa lebih menyoroti persoalan warga Negeri Pelauw, Dusun Ori, dan Negeri Kairuw yang belum disikapi Pemkab Malteng secara mendasar.

Baca juga: Polda Maluku data kerusakan rumah akibat konflik di Kariuw

"Saya belum lihat Pemkab Malteng mempertemukan para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama dari tiga negeri dan dusun bertetangga ini untuk duduk bersama sebagai upaya rekonsiliasi," kata Hatta.

Dia mengatakan aksi demonstrasi warga Booi, Aboru, Kariu, dan Hualoy (BAKH) itu atas dasar kemanusiaan, karena empat negeri ini adalah kakak-beradik, namun yang mengetahui pasti persoalannya adalah Kariu dan Dusun Ori serta Desa Pelauw.

"Langkah tanggap darurat tetap berjalan, tetapi Pemkab Malteng juga harus mempertemukan para tokoh dari tiga daerah ini untuk rekonsiliasi," ucapnya.

Bila warga Kariuw direlokasi ke tempat yang baru, ini akan menjadi model penanganan pemerintah ke depannya dan akan dinilai tidak bisa memberikan jaminan bila ada kampung-kampung lain yang bertikai.

Baca juga: Bupati Maluku Tengah harap konflik Ori -Kariuw tidak meluas

Baca juga: Gubernur Maluku perintahkan bantuan penanganan korban konflik


Sementara anggota Komisi III lainnya, Rofiq Afifuddin menegaskan respons komisi dalam persoalan ini adalah menyangkut masalah kemanusiaan semata.

"Respons kita di komisi adalah berdasarkan masalah kemanusiaan saja dan sejak awal sudah saya tegaskan relokasi warga Kariuw ke tempat semula, tetapi masalah fundamental yang jadi pemicu konflik sudah terang-benderang dan tinggal ditangani aparat hukum," ujarnya.

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022