Banda Aceh (ANTARA) - Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar dianugerahi penghargaan sebagai tokoh perdamaian oleh Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh atas jasanya mewujudkan dan menjaga perdamaian Aceh.

"Ini yang pertama kali USK menganugerahkan tokoh perdamaian. Mudah-mudahan apa yang kami anugerahkan dan Wali Nanggroe menerimanya," kata Rektor USK Banda Aceh Prof Samsul Rizal, di Banda Aceh, Kamis.

Prof Samsul mengatakan, pemberian penghargaan tokoh perdamaian tersebut diharapkan dapat menjadi contoh bagi semua kalangan masyarakat agar terus merawat dan menjaga perdamaian hari ini.

Dalam kesempatan ini, Wali Nanggroe Tgk Malik Mahmud menyampaikan bahwa tokoh kunci terwujudnya perdamaian di Aceh adalah Wali Nanggroe Aceh sebelumnya yakni almarhum Tgk Hasan Muhammad di Tiro yang tidak lain seorang deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dulunya.

Baca juga: BSI akan berkontribusi untuk pembangunan ekonomi syariah di Aceh

Baca juga: Wali Nanggroe Aceh beri gelar kehormatan untuk eks panglima GAM


“Karena atas dasar persetujuan beliau perjanjian damai atau MoU Helsinki antara GAM dengan Pemerintah RI pada 15 Agustus 2005 lalu bisa terwujud,” kata Tgk Malik Mahmud.

Wali Nanggroe Aceh yang ke 10 tersebut juga mengingatkan bahwa, MoU Helsinki merupakan kehendak bersama kedua belah pihak, yaitu GAM dan Pemerintah RI, di mana dunia internasional menjadi saksi saat perjanjian damai ditandatangani.

MoU Helsinki, kata Tgk Malik Mahmud, menjadi legal standing Aceh, sekaligus starting point menuju kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Aceh di masa depan.

“Selama 17 tahun kita sudah berdamai, kalau masalah uang terlihat tidak ada persoalan. Malah sebagian uangnya tidak mampu kita habiskan,” ujarnya.

Menurut Tgk Malik Mahmud, hal yang selama ini menjadi kendala di Aceh yakni pada SDM (sumber daya manusia) dan integritas pelaku pembangunan di Aceh.

Padahal di sisi lain, salah satu sebab Aceh bersedia berdamai adalah untuk tujuan mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan. Namun, sayangnya, hal itu belum tercapai.

“Dalam hal ini orang Aceh harus sadar, harus mengerti di mana kepentingan kita di dalam NKRI ini. Kita ada kepentingan nasional Aceh sendiri sesuai dengan perjanjian yang telah kita tandatangani. Itu adalah hak kita semua, Aceh bukan hanya milik suatu golongan dan ini yang disebut nasltional interest Aceh yang harus kita perjuangkan,” katanya.

Selain itu, Tgk Malik Mahmud juga mengingatkan, keteguhan dalam mempertahankan perdamaian Aceh tidak bisa dilaksanakan tanpa kemitraan antara semua komponen bangsa Aceh.

Damai Aceh bukanlah karya atau kerja individu, tetapi karya bersama. Aceh tidak akan dapat melakukan apapun jika disertai rasa kebencian diantara sesama dan juga terhadap Indonesia yang menjadi pihak dalam perjanjian damai.

Karena itu, Wali Nanggroe bertekad untuk meneruskan metode konsultasi dan komunikasi dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan nasional kedua pihak. Serta terus berusaha menghilangkan sumber-sumber hambatan dan perbedaan untuk perdamaian Aceh berkelanjutan.

“Kita telah memutuskan untuk berdamai dengan RI. Maka perdamaian ini juga harus berani kita pelihara dan jaga untuk terus kita perjuangkan sampai terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh," demikian Tgk Malik Mahmud Al Haytar.*

Baca juga: Wali Nanggroe Aceh tanda tangani MoU advokasi bersama MRP Papua

Baca juga: Wali Nanggroe Aceh minta tidak ada pengganggu damai jelang milad GAM

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022