Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia tergelincir pada awal perdagangan Senin, karena peringatan bahwa Rusia dapat menyerang Ukraina setiap saat mengirim harga minyak ke level tertinggi tujuh tahun, meningkatkan obligasi dan menekan euro.

Amerika Serikat pada Minggu (13/2) mengatakan Rusia mungkin membuat dalih mengejutkan untuk serangan, ketika negara Paman Sam itu menegaskan kembali janji untuk mempertahankan "setiap inci" wilayah NATO.

Suasana hati-hati terlihat dalam indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang yang turun 0,2 persen, sementara Nikkei Jepang anjlok 2,1 persen.

Indeks S&P 500 berjangka naik 0,2 persen dan Nasdaq berjangka sedikit menguat 0,1 persen setelah kerugian tajam pada Jumat (11/2/2022).

Baca juga: Saham Asia jatuh dipicu lonjakan imbal hasil obligasi dan inflasi AS

Pasar telah mengalami kejang-kejang sejak data inflasi AS yang sangat tinggi memicu spekulasi bahwa Federal Reserve mungkin menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin penuh pada Maret. Bahkan ada obrolan tentang kenaikan darurat antar-pertemuan.

Pembicaraan itu diredam ketika Fed merilis jadwal pembelian obligasi yang tidak berubah untuk bulan mendatang, ketika bank sentral mengatakan akan menaikkan (suku bunga) hanya setelah pembelian obigasinya berakhir.

Presiden Fed San Francisco Mary Daly juga mengecilkan perlunya langkah kenaikan setengah poin dalam sebuah wawancara pada Minggu (13/2/2022), mengatakan terlalu "tiba-tiba dan agresif" pada kebijakan yang bisa menjadi kontra-produktif.

Pasar berjangka sejak itu telah mengurangi risiko kenaikan setengah poin menjadi sekitar 40 persen, ketika telah diperkirakan mendekati kepastian pada satu tahap minggu lalu.

Baca juga: Mata uang Asia lesu jelang data inflasi AS, rupiah Indonesia stabil

"Tekanan inflasi berbasis luas telah menimbulkan tekanan yang lebih awal dari perkiraan untuk pergeseran tersinkronisasi menuju kebijakan restriktif di seluruh dunia," kata kepala ekonom JPMorgan Bruce Kasman.

"Tapi kami tidak berharap itu diterjemahkan ke dalam tindakan agresif pada Maret," tambahnya. "Sebagian, ini mencerminkan ketidakpastian yang terkait dengan Omicron, ketegangan geopolitik, dan tekanan daya beli dari inflasi yang tinggi, semuanya sangat membebani pertumbuhan kuartal saat ini."

Perhatian sekarang akan tertuju pada penampilan Presiden Fed St. Louis James Bullard pada Senin waktu setempat, mengingat dia baru-baru ini menyerukan pengetatan 100 basis poin pada Juni.

Semua obrolan suku bunga mengirim imbal hasil obligasi pemerintah ke puncak yang terakhir terlihat pada 2019, sebelum ketegangan geopolitik mendorong reli safe-haven pada Jumat (11/2/2022). Imbal hasil pada obligasi pemerintah AS 10-tahun terakhir di 1,96 persen, setelah mencapai setinggi 2,06 persen minggu lalu.

Kurva imbal hasil juga mendatar secara mencolok dan hampir terbalik antara jatuh tempo lima dan 10 tahun, karena investor bertaruh pengetatan Fed yang akan datang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Risiko perang di Ukraina telah membuat euro mundur ke 1,1360 dolar , dari puncak minggu lalu 1,1495 dolar. Mata uang safe-haven yen mendapatkan kembali beberapa kekuatan untuk meninggalkan dolar di 115,50 yen, dari puncak 116,33.

Bank sentral Jepang (BoJ) akan melakukan penawaran pembelian obligasi tak terbatas pada Senin untuk menahan imbal hasil di sana.

Penurunan euro mengangkat indeks dolar hingga 96,035 dan menjauh dari palung minggu lalu di 95,172. Dolar juga naik pada 77,26 rubel, setelah melonjak 2,9 persen pada Jumat (11/2/2022).

Emas mempertahankan kenaikannya di 1.859 dolar AS per ounce, setelah naik 1,6 persen pada Jumat (11/2/2022).

Harga minyak naik mendekati level tertinggi tujuh tahun di tengah kekhawatiran tentang pasokan mengingat ketegangan di Eropa dan karena permintaan pulih dari pandemi virus corona.

Brent menambahkan 93 sen lagi menjadi diperdagangkan di 95,37 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 1,23 dolar AS menjadi diperdagangkan di 94,33 dolar AS per barel.
 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022