Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution optimis bahwa perekonomian Indonesia akan baik-baik saja sekalipun dalam dua hari terakhir muncul spekulasi terulangnya resesi perekonomian Amerika sebagaimana peristiwa 2008 lalu.

"Situasi perekonomian kita sebenarnya baik-baik saja. Kita optimis," kata Darmin di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, seusai menghadiri rapat kabinet terbatas yang mendadak diselenggarakan untuk membahas gejolak perekonomian dunia.

Menurut dia, semua itu masih spekulasi sehingga tidak perlu timbul kepanikan.

"Kalau hanya sekedar spekulasi biasanya dua hingga tiga hari kembali lagi," katanya.

Ia mengatakan, sekarang yang bisa dilakukan adalah mengikuti dan mencermati karena Indonesia sesungguhnya telah siap dengan jawaban-jawaban yang diperlukan jika resesi Amerika memang terulang.

"Kalau belum perlu menjawab (krisis) tidak perlu dilakukan, tetapi tentu saja BI siap di depan," katanya.

Darmin mengatakan Indonesia telah memiliki prosedur untuk mengatasi ancaman itu dan telah menjalankannya.

Ia kemudian mencontohkan pergeseran nilai tukar rupiah sebagai salah satu bentuk prosedur yang dilakukan untuk melindungi perekonomian dalam negeri.

Sementara itu terkait dengan Crisis Management Protocol (CMP), menurut Darmin, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah sejak lama menyiapkan indikator yang akan digunakan.

"Terutama tentu saja tentang kurs, indeks harga saham, aliran modal, semua kita `cover`. Kita punya indikator kapan kita anggap sudah tidak hijau,sudah mulai masuk ke wilayah berhati-hati. Kapan sudah mulai kita anggap situasinya merah dan sebagainya," katanya.

Pada kesempatan yang sama Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan bahwa seluruh indikator perekonomian Indonesia dalam kondisi baik sehingga publik tidak perlu panik menghadapi gejolak perekonomian di luar negeri.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara mendadak menggelar rapat kabinet terbatas setelah terjadi gejolak perekonomian di Amerika dan Eropa dalam dua hari terakhir.

Pada Jumat (5/8) pasar saham Asia anjlok menyusul kekhawatiran terulangnya resesi Amerika Serikat sehingga terjadi aksi jual besar-besaran di bursa Asia setelah malam sebelumnya indeks di bursa Wall Street anjlok terparah sejak krisis 2008. Sementara itu penurunan indeks juga telah mengakibatkan harga minyak menjadi 86 dolar AS per barel di Asia sebagai akibat dari pelambatan ekonomi global yang dipastikan melemahkan permintaan minyak mentah.(*)
(T.G003/S025)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011