Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat tinggi gelombang laut saat terjadi peristiwa ritual maut di Pantai Payangan Jember, Jawa Timur pada Minggu (13/2) mencapai 2,5 meter dengan kecepatan angin 5-15 knot atau sekitar 9 km - 27 km per jam.

"Pada saat kejadian, pantauan kami untuk informasi tinggi gelombang di wilayah tersebut mencapai 2,5 meter dengan kecepatan angin berkisar 5 - 15 knot," kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo yang dihubungi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Gubernur Jatim tinjau lokasi ritual maut di Pantai Payangan Jember

Baca juga: Polres selidiki kasus ritual tewaskan 11 orang di Pantai Payangan


Eko menjelaskan kondisi saat ritual berlangsung angin tidak begitu kencang, namun karena dilakukan dini hari pandangan mata berkurang, sehingga kurang sensitif melihat kondisi sekitar.

Patut diwaspadai kondisi Pantai Selatan Jawa memiliki karakteristik garis pantai yang curam. Artinya, pantai hanya beberapa meter kemudian langsung curam ke dalam.

Batas pantai dangkal dan curam, ada kelihatan pecah ombak hingga sampai mendekati lokasi pecah ombak.

Terseret ombak dapat disebabkan oleh adanya rip curreny atau arus kuat yang bergerak menjauh dari pantai hingga dapat menyeret suatu objek ke laut.
Kecepatannya bervariasi, tergantung pada kondisi gelombang, pasang surut dan bentuk pantai tentunya sangat berbahaya bagi pengunjung.

Baca juga: 11 peserta ritual di Pantai Payangan Jember ditemukan meninggal

Baca juga: 20 orang terseret arus Pantai Payangan Jember saat ritual


Penyebabnya, karena adanya pertemuan ombak yang sejajar dengan garis pantai, sehingga menyebabkan terjadinya arus balik dengan kecepatan tinggi.

Agar terhindar dari musibah tersebut, taati larangan atau aturan yang ada di pantai. Apabila terseret rip current, jangan melewati arus, berenang keluar dari arah arus dan usahakan tetap di permukaan air.

Ritual di Pantai Payangan Jember menyebabkan 11 orang meninggal dunia terseret gelombang laut.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022