anak saya yang awalnya selalu membantah, kini sudah menurut dan perilakunya baik
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pantai Payangan di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur memang menjadi salah satu objek wisata yang sering dikunjungi masyarakat.

Namun, tempat itu tidak hanya sebagai destinasi wisata karena sebagian orang juga memilih lokasi pantai laut selatan tersebut untuk tempat melakukan ritual.

Salah satunya, kelompok di Padepokan Tunggal Jati Nusantara yang dipimpin oleh Nur Hasan, warga Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi yang membawa rombongan dengan menggunakan dua kendaraan menuju Pantai Payangan untuk melakukan kegiatan ritual pada Minggu (13/2).

Ada 24 orang, termasuk sopir mobil Isuzu Elf dengan Nopol DK-7526-VF yang membawa belasan penumpang menuju pantai laut selatan di Kecamatan Ambulu tersebut.

Informasi di lapangan, kegiatan ritual yang dilakukan itu diawali dengan tabur bunga, kemudian bergandengan tangan dan bersama-sama berendam di laut sebagai simbol menyucikan diri.

Namun, nahas saat kegiatan ritual berlangsung satu jam, pengikut kelompok Tunggal Jati Nusantara dihantam ombak besar hingga terseret.

Kapolsek Ambulu AKP Ma'ruf mengatakan dari 24 orang tersebut tidak semuanya mengikuti ritual di sekitar tebing Pantai Payangan karena ada empat orang yang berada di atas, di antaranya sopir dan seorang balita.

Juru Kunci Gunung Samboja yang berada sebelah utara Pantai Payangan, Sladin, sudah mengingatkan rombongan Padepokan Tunggal Jati Nusantara tersebut, agar tidak terlalu dekat ke pantai karena ombak besar. Namun, mereka tetap melakukan ritual di dekat tebing pantai laut selatan Jember itu.

Baca juga: Polda Jawa Timur selidiki polisi ikut ritual maut di Jember

Ombak besar datang tiba-tiba menyeret 20 orang yang melakukan ritual di sekitar tebing Pantai Payangan hingga sebagian orang dinyatakan hilang. Ada yang meninggal dan selamat.

Sebanyak sembilan korban awalnya dinyatakan hilang terseret ombak laut selatan, sedangkan sisanya ditemukan selamat dan meninggal dunia. Tim SAR gabungan melakukan pencarian dengan menggunakan perahu dan menyisir di daratan.

Korban selamat langsung dilarikan ke Puskesmas Ambulu, kemudian satu per satu korban hilang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia terjepit di tebing dan mengambang di tepi laut. Korban yang meninggal dunia 11 orang dan korban selamat 13 orang dari total anggota rombongan 24 orang.

Tragedi ritual yang berujung maut tersebut ternyata tidak hanya dilakukan sekali. Sudah berkali-kali anggota Padepokan Tunggal Jati Nusantara menggelar kegiatan yang sama di Pantai Payangan.

Ibu korban, Dewi Solehah, mengatakan anaknya, Sofiana Nazila (22), sudah empat tahun ikut Padepokan Tunggal Jati Nusantara dan sering mengikuti kegiatan ritual di Pantai Payangan.

"Anak saya ikut pedepokan itu untuk mencari ketenangan dan hidup lebih baik. Alhamdulillah setelah ikut kegiatan Pak Nur Hasan, anak saya yang awalnya selalu membantah, kini sudah menurut dan perilakunya baik," katanya.

Sofiana merupakan salah satu korban yang ditemukan meninggal dunia karena terseret ombak laut selatan saat mengikuti ritual Padepokan Tunggal Jati Nusantara di Pantai Payangan.

Baca juga: Analisa gelombang dan angin saat peristiwa nahas di Pantai Payangan

Ia mengatakan anaknya sering melantunkan selawat saat mengikuti kegiatan di pedepokan itu, namun untuk bacaan dan doa lainnya mengaku tidak tahu apakah bertentangan dengan ajaran agama Islam atau tidak.

Diselidiki

Banyaknya korban meninggal saat kegiatan ritual di Pantai Payangan telah diselidiki oleh aparat kepolisian. Bahkan, polisi menelusuri latar belakang kegiatan yang menewaskan 11 orang itu dengan memeriksa sejumlah saksi korban yang selamat.

Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan belasan saksi sudah dimintai keterangan dalam kasus ritual yang menewaskan 11 orang tersebut. Hingga saat ini, tahapan masih penyelidikan dan belum ditingkatkan statusnya ke penyidikan.

Mereka yang diperiksa merupakan 13 korban yang selamat, warga yang mengetahui kejadian saat kegiatan ritual, dan petugas yang menyelamatkan korban saat peristiwa itu.

Terkait apakah ada unsur pidana Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang, penyidik Polres Jember masih melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi dan akan ditentukan dalam proses gelar perkara.

Saat ini, lanjut dia, masih tahap penyelidikan dan apabila nanti terpenuhi unsur pidana, maka statusnya akan ditingkatkan menjadi penyidikan kasus ritual di Pantai Payangan Jember.

Ketua Padepokan Tunggal Jati Nusantara Nur Hasan yang baru keluar dari Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi Jember pada Selasa siang langsung dijemput aparat kepolisian untuk dimintai keterangan di Mapolres Jember.

Hery mengatakan Padepokan Tunggal Jati Nusantara yang dipimpin Nur Hasan di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember eksis sejak 2015 dan memiliki 100 anggota. Akan tetapi, mereka yang aktif mengikuti pengajian dan kegiatan sekitar 20-25 orang.

Baca juga: MUI Jember angkat bicara terkait ritual di Pantai Payangan

Pedepokan itu bergerak di bidang pengobatan alternatif. Namun, masyarakat yang datang bergabung ke pedepokan itu dengan tujuan bermacam-macam, di antaranya masalah ekonomi agar bisa kaya, keluarga, kesehatan baik fisik maupun batin yang intinya mencari keselamatan dan keberkahan dengan melakukan kegiatan zikir, doa, dan ritual.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember K.H. Abdul Haris mengatakan pihaknya baru mengetahui kelompok tersebut setelah tragedi maut yang terjadi di Pantai Payangan Jember pada Minggu (13/2), sehingga MUI Jember tidak punya banyak data terkait dengan ritual yang dilakukan Padepokan Tunggal Jati Nusantara.

"Kami coba menelusuri dari video yang sudah viral dan teman-teman di Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi. Dari tayangan video itu, kami menegaskan bahwa dari sisi bacaan tidak ada yang aneh dari ajaran agama Islam, " tuturnya.

Menurutnya, Pantai Payangan sebagai lokasi ritual yang menjadi masalah karena seakan-akan kelompok tersebut memiliki keyakinan bahwa ritual yang dilakukan di pantai lebih bagus dibandingkan dengan di tempat yang lain.

Padahal, sesuai ajaran agama Islam sudah jelas bahwa tempat istimewa untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dalam segala hal adalah masjid dan tempat ibadah.

Baca juga: Nama-nama korban selamat dan meninggal saat ritual di Pantai Payangan

Pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Fatwa MUI untuk melakukan wawancara dan mencari data terkait dengan Padepokan Tunggal Jati Nusantara di Desa Dukuhmencek itu.

Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan kejadian ritual di Pantai Payangan itu mengingatkan kembali terkait dengan adanya fenomena patologi sosial yang banyak terjadi di masyarakat.

Patologi sosial yakni penyakit sosial atau gejala sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang ingin cepat kaya, ingin digdaya, dan lain-lain yang ingin cepat tercapai tujuannya.

Patologi sosial yang terjadi di masyarakat, lanjutnya, salah satunya keinginan ingin cepat kaya secara instan, ingin tercapai segala cita-citanya melalui langkah pendek.

Oleh karena itu, pihaknya ingin mengajak perguruan tinggi untuk hadir menjadi bagian dalam mencari solusi dari fenomena tersebut.

"Saya menyarankan, jika punya masalah dan ingin mendekat kepada Allah SWT, sebaiknya berzikir dan mencari tempat yang tenang, bukan tempat yang berbahaya," tuturnya usai memberikan santunan takziah kepada keluarga korban di Jember, Senin (14/2).

Baca juga: Gubernur Jatim tinjau lokasi ritual maut di Pantai Payangan Jember
Baca juga: 20 orang terseret arus Pantai Payangan Jember saat ritual
Baca juga: 11 peserta ritual di Pantai Payangan Jember ditemukan meninggal

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022