Kendari (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra), menemukan sebanyak 12 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Kolaka Sultra, belum menyetor dana Jaminan Reklamasi (JR) ke Pemda Kolaka.

Salah seorang tim pemeriksa laporan keuangan Pemkab Kolaka, Hasan Basri, didampingi Kasubag Humas dan Hukum BPK Sultra Dherys Virgantara, di Kendari, Jumat (5/8), mengatakan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sultra menemukan 10 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) belum menyetorkan dana Jaminan Rehabilitasi (JR), sedangkan dua perusahaan lainnya baru membayarkan sebagian saja.

"Dari 12 perusahaan tambang pemegang IUP di Kolaka, baru dua yang sudah membayar jaminan reklamasi, dua investor yang membayar sebagian adalah PT Bola Dunia yang baru menyetor Rp375 juta dari minimal Rp 1,5 miliar yang harus dibayar karena telah membuka lahan seluas 20 hektare dan PT Sumber Setia Budi yang menyetor Rp75 juta dari kewajibannya minimal Rp150 juta atas pembukaan lahan dua hektare," katanya.

Sedangkan sepuluh investor lainnya yang sama sekali belum membayarkan JR diantaranya adalah PT Dharma Rosadi, Akar Mas Indonesia, Wijaya Nikel Nusantara, Tambang Rejeki Kolaka dan PD Aneka Usaha.

"Ke-12 investor tersebut telah berproduksi secara aktif. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Undang Undang Minerba tahun 2010 yang menyebutkan bahwa proses produksi pertambangan belum bisa dilakukan jika dana JR belum diselesaikan," katanya.

Menurutnya, data yang dibeberkan itu, mereka peroleh dari Dinas Pertambangan Kabupaten Kolaka, totalnya seluas 754 hektare lahan di Kolaka dikelola oleh pemegang IUP tanpa menyetorkan dana JR.

Ia menjelaskan, data yang disebutkan itu hanya yang berdasarkan laporan dinas pertambangannya, pihaknya tidak melakukan pengukuran ulang di lapangan.

"Data itu di luar PT Antam karena dia bersifat perusahaan terbuka dan di luar Inco karena dia sistem kontrak karya dengan pemerintah pusat," tukasnya.

Katanya, PT Dharma Rosadi telah membuka lahan seluas 200 hektare, artinya berdasarkan Perda Nomor 11 tahun 2010 pasal 130 Pemkab Kolaka, perusahaan tersebut seharusnya menyetorkan Jaminan Reklamasi minimal Rp15 miliar.

"Sebabnya Perda itu menyebutkan tiap hektare lahan yang akan dibuka, investor wajib menyediakan dana jaminan reklamasi minimal Rp75 juta," katanya.

Hal serupa juga dilakukan PT Akar Mas Indonesia yang telah membuka lahan seluas 200 hektare (minimal Rp15 miliar), PT Wijaya Nikel Nusantara seluas 70 hektare (minimal Rp 5,25 miliar) dan PT Tambang Rejeki Kolaka seluas 40 hektare (minimal Rp 3 miliar).

"Bahkan perusahaan daerah Pemkab Kolaka sendiri yakni PD Aneka Usaha juga mengabaikan jaminan reklamasi meski telah membuka lahan seluas 160 hektare (minimal Rp 12 miliar). Beberapa perusahaan pemegang IUP lainnya, dana jaminan reklamasi yang harus dibayar tetapi mereka belum dibayar hanya berkisar Rp 3 miliar," katanya.

Kata dia, jaminan reklamasi itu ditujukan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di lahan bekas penambangan jika saja perusahaan yang mengelola lokasi tersebut lalai dalam melakukan reklamasi. Untuk menyetorkan dana jaminan reklamasi itu, perusahaan dan Pemkab harus membuka rekening baru bersama atas nama mereka.

"Jika investor lari, dana jaminan rehabilitasi itu yang digunakan Pemkab untuk melakukan reklamasi lahan bekas pertambangan," kata Hasan.

Hasan menjelaskan, jika dihitung dari tujuh perusahaan yang disebutkan BPK saja, maka kerugian Pemkab Kolaka mencapai Rp51,45 miliar, setelah dikurangi JR yang telah dibayar sebagian oleh PT Bola Dunia dan PT Sumber Setia Budi, ini termasuk utang yang harus dilunasi, tetapi apakah kerugian itu betul disebabkan oleh ketidakpatuhan investor membayar JR, atau sudah terbayarkan tapi tidak masuk ke kas daerah, pihak BPK pun tidak bisa menjawabnya. (ANT299/Y008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011