Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono khususnya terkait penegakan hukum tidak otomatis memberikan harapan baru dalam pemberantasan korupsi.

"Semangat pemberantasan korupsi sebagaimana dikemukakan presiden dalam pidato kenegaraan itu tidak otomatis membangun harapan baru. Esensi pidato itu merupakan pengulangan, sementara rakyat ingin melihat aktualisasi perang melawan korupsi," kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo usai mengikuti pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Senayan Jakarta, Selasa.

Sebelumnya dalam pidatonya, Presiden SBY menegaskan komitmen pemerintah untuk menegakkan prinsip negara hukum melalui supremasi hukum, dan kesetaraan di depan hukum. SBY menegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara berdasar atas hukum semata, dan tidak atas kekuasaan.

Prinsip supremasi hukum tambah SBY menegaskan bahwa hukum berdiri di atas semua lembaga dan warga negara, dan hanya kepada hukum sajalah semua pihak tunduk kepadanya.

Menurut SBY menegakkan hukum dan keadilan adalah mandat konstitusional yang menjadi prioritas pemerintah. Presiden mengatakan salah satu agenda besar dalam reformasi dan pembangunan bangsa adalah makin tegaknya hukum dan keadilan untuk semua. Hukum, tambahnya tidak hanya keras dan berlaku bagi yang lemah.

Lebih lanjut Bambang menjelaskan kendati Indonesia memiliki KPK, namun perang melawan korupsi masih jauh dari efektif.

"Saya cukup menyebut dua indikator saja untuk mendeskripsikan rendahnya efektivitas kita memerangi korupsi di negara ini," kata Bambang.

Indikator pertama, tambah Bambang, KPK tidak mampu menuntaskan kasus megakorupsi yang menjadi perhatian publik, terutama skandal bank century dan mafia pajak.

Kedua, keberhasilan menangkap nazaruddin dan kegagalan menangkap Nunun serta para buron lain, mencerminkan inkonsistensi penegak hukum dalam memberantas korupsi.

"Persoalan utamanya adalah kesungguhan mengaktualisasikan komitmen pemberantasan korupsi. Kalau terjadi inkonsistensi, kecenderungan itu tidak hanya mencerminkan tidak adanya kesungguhan, tetapi bisa melahirkan tuduhan tentang tebang pilih proses hukum kasus korupsi," kata Bambang.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011