sangat menderita sebab mereka harus memenuhi kebutuhan pokok termasuk BBM dan sembako dari Malaysia. 100 persen... dibeli dari Malaysia sebab tidak ada akses darat dari Indonesia...
Malinau, Kalimantan Timur (ANTARA News) - Usia Indonesia sudah 66 tahun dengan semua kemajuan yang suka diutarakan pemerintah, namun cuma orang sangat kaya yang bisa bikin rumah permanen di perbatasan Indonesia-Malaysia, di tiga kecamatan wilayah adat Apau Kayan, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur.

Sederhana saja, harga semen satu karung  dari seberang negara Rp800.000. Kalau beli semen buatan bangsa sendiri dari Kota Tarakan, harganya ruaar biasa, "hanya" Rp1.650.000 sekarung! Kalau mau beli semen perkilogram di toko bangunan setempat, silakan hitung sendiri harganya..

"Warga Apau Kayan, wilayah adat di tiga kecamatan yakni, Kecamatan Kayan Hulu, Kayan Selatan dan Kayan Ilir terpaksa membeli semen dari Malaysia Rp800 ribu per sak ukuran 50 kilogram. Kalau mendatangkan semen dari Kota Tarakan harganya bisa Rp1. 650. 000 juta sekarung," ungkap tokoh masyarakat Apau Kayan di Kecamatan Kayan Hulu, Ingkon Ala Lepo, Rabu.

Harga semen di sana gila-gilaan? Penyebabnya juga simpel saja, karena tidak ada akses jalan darat dari Kota Tarakan ke tiga kecamatan di Apau Kayan itu.

Kalau mau tahu biaya angkut, bisa disimak keterangan Ala Lepo ini.  "Jika didatangkan dari Kota Tarakan ke Bandara Long Ampung di Kecamatan Kayan Selatan dikenakan biaya ongkos angkut Rp27.000 per kilogram sehingga jika 50 kilogram biayanya mencapai Rp1. 350. 000. Itu belum termasuk biaya angkutan hingga Long Nawang Rp3. 000 per kilogram sehingga harga per sak di sini bisa Rp1. 650. 000," katanya.

"Namun, jika membeli langsung ke Malaysia harganya hanya Rp800 ribu dengan melalui jalur darat yang hanya ditempuh selama satu jam," ungkap Ingkon Ala Lepo.

Bahkan lanjut dia, pembangunan jembatan beton di Long Nawang yang menggunakan material asal Indonesia harus didatangkan dari Singapura hingga ke Serawak yang memakan waktu hingga 16 bulan.

Jembatan Long Nawang itu dibangun memakai material buatan kita tetapi agar bisa masuk ke Long Nawang harus diangkut ponton melalui Singapura selanjutnya menuju ke Serawak hingga ke Long Nawang.

"Proses pembangunan jembatan itu dilakukan secara manual karena alat berat juga sulit didatangkan karena tidak ada akses darat sehingga kawasan Apau Kayan terisolasi akibat tidak ada akses darat baik dari ibukota Kabuaten Malinau maupun dari Samarinda," kata Ingkon Ala Lepo.

Sementara, Camat Kayan Hulu, Gun Kila, menyatakan warga Apau Kayan sudah sangat menderita akibat minimnya perhatian dari pemerintah.

"Warga di sini sudah sangat menderita sebab mereka harus memenuhi kebutuhan pokok termasuk BBM dan sembako dari Malaysia. 100 persen kebutuhan sembako dan BBM dibeli dari Malaysia sebab tidak ada akses darat dari Indonesia yang bisa mendistribusikan sembako, BBM dan material bahan bangunan," kata Gun Kila.

Desa Kayan Hulu yang dihuni 3.093 jiwa atau sekitar 700 Kepala Keluarga umumnya merupakan etnis Daya Kenyah, kata dia, juga banyak bekerja di perusahaan kayu di Malaysia

"Sekitar 80 persen pemuda di Apau Kayan bekerja di perusahaan kayu di Malaysia," kata Gun Kila.

Kepala Banadara Temindung, Samarinda, R Aritonang, saat melakukan evaluasi dan monitoring terkait penerbangan perintis di pedalaman Kalimantan Timur, mengatakan, akan segera memperjuangkan subsidi ongkos barang untuk penerbangan ke Long Ampung.

"Kami sangat prihatin melihat kondisi masyarakat Apau Kayan yang harus memenuhi berbagai kebutuhan dengan biaya yang cukup tinggi. Secepatnya, kami akan mengpayakan penambahan jadwal penerbangan dari enam kali seminggu menjadi tujuh kali dan mengupayakan manambah rute penerbangan ke Long Ampung untuk membuka akses distribusi berbagai kebutuhan bagi masyarakat di perbatasan ini," kata Aritonang. (*)

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011