Jakarta (ANTARA News) - Karyawan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Gunawan menggugat tempat kerjanya Rp1,776 miliar ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas dugaan malpraktik yang dilakukan 11 dokter kepada anaknya.

"Menghukum tergugat membayar ganti kerugian kepada penggugat sebesar Rp1,776 miliar dengan perincian kerugian material Rp776,010 juta dan immateriil Rp1 miliar," kata Kuasa Hukum Penggugat, Ricky Margono, saat sidang di Jakarta, Kamis.

Selain itu juga meminta RSCM minta maaf di lima media cetak serta delapan media elektronik selama tujuh hari berturut-turut.

Menurut Ricky, gugatan ini diajukan karena RSCM yang menaungi 11 dokter, yakni dr Raya Henri Batubara, dr Arry Rodjani, dr Fajar, dr Yevri, dr Hendrik, dr Danny, dr Yarman Nazni, dr Alex, dr Selly dan dr Nadia telah melakukan malpraktik terhadap anak penggugat, Nina Dwijayanti.

"Para dokter RSCM melakukan upaya tindakan media penyembuhan, kesehatan, kenyamanan serta keselamatan pasien tanpa ada persetujuan dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," katanya.

Ricky mengatakan bahwa tindakan medis tersebut justru menimbulkan kerugian dengan menambah kondisi pasien menjadi cacat permanen.

"Cacat permanen, yaitu bocornya kantong kemih dan harus memakai alat berupa kateter seumur hidup," katanya.

Ricky menguraikan bahwa kasus ini bermula pada 15 Februari 2009 anak penggugat, Nina Dwijayanti, dibawa ke IGD RSCM karena mengalami keluhan tidak bisa buang air kecil dan besar.

"Pemeriksaan awal pada pasien oleh dokter IGD, yakni dr Selly, dr Nadia dan dr Danny Pratama menderita infeksi berat akibat sumbatan usus," katanya.

Ricky mengungkapkan bahwa dokter tersebut langsung meminta izin kepada penggugat untuk memberi tindakan medis berupa memasukkan obat jel ke lubang dubur pasien, namun tindakan media tersebut tidak berhasil.

Hal yang sama juga dilakukan oleh dr Raya, tetapi juga tidak berhasil.

Dr Raya dan dr Fajar akhirnya melakukan diagnosa kedua pada pasien, dan hasilnya pasien dikatakan menderita usus buntu.

Pada 16 Februari 2009 saat penggugat sedang bekerja diberitahu anaknya menjalani USG dan hasilnya dinyatakan ginjal dan buli-buli pasien dalam batas normal.

"Pada sorenya, penggugat diberitahu rekannya bahwa pasien sedang menjalani pembedahan, mendengar hal tersebut penggugat langsung berlari ke ruang pasien," urai Ricky di depan majelis hakim.

Sampai di ruang pasien, lanjutnya, penggugat hanya bertemu dengan istrinya yang dalam keadaan binggung.

"Penggugat dan istrinya tidak pernah memberikan persetujuan kepada tergugat, dan bahkan tergugat tidak pernah menjelaskan dan meminta persetujuan," kata Ricky.

Hasil pembedahan ini justru pasien mengalami cacat permanen sehingga penggugat tidak mau menandatangani surat persetujuan.

Atas tindakan penggugat ini, para dokter marah dan mengusir pasien agar keluar dari RSCM dalam kondisi yang masih sakit.

"Tergugat telah melawan hukum karena melakukan tindakan media yang mengakibatkan cacat permanen pada pasien, terlebih tanpa ada persetujuan dari penggugat," kata Ricky.
(J008)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011