Volatilitas ini akan berlangsung untuk sementara waktu, sampai debu mereda
Tokyo (ANTARA) - Minyak mentah melonjak sementara rubel anjlok hampir 30 persen ke rekor terendah pada Senin sore, setelah negara-negara Barat memberlakukan sanksi baru yang keras terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, termasuk memblokir beberapa bank dari sistem pembayaran global SWIFT.

Permintaan safe-haven mengangkat obligasi bersama dengan dolar dan yen, sementara euro merosot setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menempatkan angkatan bersenjata nuklir dalam siaga tinggi pada Minggu (27/2/2022), hari keempat serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Meningkatnya ketegangan meningkatkan kekhawatiran bahwa pasokan minyak dari produsen terbesar kedua di dunia itu dapat terganggu, mengirim minyak mentah berjangka Brent melonjak 4,21 dolar AS atau 4,3 persen menjadi 102,14 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 4,58 dolar AS atau 5,0 persen pada 96,17 dolar AS per barel.

"Saya memberi tahu klien yang kami tahu pasti adalah bahwa harga energi akan lebih tinggi, dan akan ada beberapa penerima manfaat," kata John Milroy, penasihat keuangan Ord Minnett di Sydney, dikutip dari Reuters.

"Ini klise lama, tapi memang benar bahwa ketidakpastian mendorong pergerakan ke dua arah."

Saham Asia-Pasifik berbalik lebih rendah setelah menghabiskan sebagian besar sesi pagi di zona hijau, menempatkannya sejalan dengan penurunan untuk saham berjangka AS dan Eropa.

Nikkei 225 Jepang turun 0,25 persen, sementara saham unggulan China tergelincir 0,36 persen. Namun, indeks acuan Australia menguat 0,64 persen, didorong oleh saham energi.

Indeks saham regional MSCI turun 0,58 persen.

Saham berjangka emini AS mengarah ke penurunan 2,35 persen saat dimulai kembali, sementara EURO STOXX 50 berjangka pan-Eropa anjlok 3,90 persen. FTSE berjangka turun 1,21 persen.

"Kami memiliki banjir informasi yang sangat negatif selama akhir pekan," kata Kyle Rodda, seorang analis pasar di IG Australia. "Kita berbicara tentang risiko stabilitas keuangan, dan menaburkan ancaman perang nuklir."

"Volatilitas meningkat," katanya. "Aksi harga sangat berombak."

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun turun sekitar 9 basis poin menjadi 1,89 persen, dan imbal hasil Australia yang setara turun sekitar 6 basis poin menjadi 2,177 persen.

Euro turun 1,1 persen menjadi 1,11465 dolar dan 1,1 persen menjadi 128,785 yen, sedangkan dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko masing-masing merosot 0,78 persen dan 0,88 persen.

Rubel menukik sebanyak 29,67 persen ke rekor terendah 119,5 per dolar.

Emas naik lebih dari 1,0 persen menjadi sekitar 1.909 dolar AS karena permintaan untuk aset teraman.

"Volatilitas ini akan berlangsung untuk sementara waktu, sampai debu mereda," kata Shane Oliver, kepala ekonom di AMP Capital.

Sementara itu, "pasar akan berayun dari headline ke headline," katanya.

Baca juga: Minyak melonjak di tengah peringatan nuklir Rusia, dampak sanksi bank
Baca juga: Rubel Rusia jatuh ke rekor terendah
Baca juga: Euro dan saham berjangka AS merosot karena risiko Ukraina meningkat

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022