Tokyo (ANTARA) - Mata uang Euro bersama saham berjangka AS merosot, sementara mata uang safe-haven dolar dan yen diminati di perdagangan Asia pada Senin pagi, setelah negara-negara Barat memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, termasuk memblokir beberapa bank dari sistem pembayaran internasional SWIFT.
Obligasi berjangka pemerintah AS 10-tahun naik satu poin penuh, sementara rubel Rusia mengindikasikan sebanyak 25 persen lebih lemah di rekor terendah baru di sekitar 112 per dolar.

Penurunan rubel terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menempatkan angkatan bersenjata nuklir dalam siaga tinggi pada Minggu (27/2/2022), hari keempat serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Pada saat yang sama, pasar saham Asia-Pasifik lebih tinggi di awal perdagangan, dengan indeks acuan Australia menguat 0,39 persen dan indeks saham Selandia Baru bertambah 0,74 persen.

Itu adalah efek langsung dari kenaikan Wall Street pada Jumat (25/2/2022), ketika indeks S&P 500 ditutup melonjak 2,51 persen, kata Kyle Rodda, seorang analis pasar di IG Australia.

Indeks saham berjangka AS menunjukkan penurunan 2,32 persen saat dimulai kembali.

"Kami memiliki banjir informasi yang sangat negatif selama akhir pekan," kata Rodda.

"Perasaan saya adalah tidak akan ada banyak kekuatan bertahan di balik langkah khusus ini (di saham Asia-Pasifik), mengingat kita sedang berbicara tentang risiko stabilitas keuangan, dan ancaman perang nuklir."

"Pasar valas tampaknya menjadi sinyal terbaik (sentimen pasar) saat ini."

Euro tergelincir 0,9 persen menjadi 1,1165 dolar dan jatuh 0,85 persen menjadi 129,15 yen, sedangkan dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko masing-masing merosot 0,76 persen dan 0,85 persen.
Baca juga: Euro mencoba pulih di Asia setelah jatuh saat invasi Rusia ke Ukraina
 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022