Kolombo (ANTARA News) - Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse hari Kamis mengumumkan pencabutan undang-undang darurat yang diberlakukan hampir 30 tahun lalu untuk menangani gerakan separatis bersenjata Tamil.

"Saya puas bahwa undang-undang darurat tidak perlu lagi diberlakukan," kata Rajapakse dalam pidato kepada parlemen, lapor AFP.

Undang-undang itu, yang memberi pasukan keamanan wewenang luas untuk melakukan penangkapan dan penahanan, diperbarui setiap bulan -- dengan hanya jeda waktu singkat -- sejak pemberlakuannya pertama kali 28 tahun lalu.

Dengan pengumuman Rajapakse itu, undang-undang tersebut berarti berakhir pada akhir Agustus.

Pemimpin oposisi Ranil Wickremesinghe menyambut baik keputusan itu namun mengatakan, pemerintah seharusnya telah mengakhiri kekuasaan darurat itu lebih cepat setelah kemenangan final militer atas pemberontak Macan Tamil pada Mei 2009.

Gerilyawan Tamil selama empat dasawarsa berperang untuk mendirikan negara merdeka bagi minoritas Tamil.

Sejak 1983, undang-undang darurat hanya dicabut dalam kurun waktu singkat ketika pemerintah mengadakan perundingan perdamaian yang gagal dengan pemberontak Macan Tamil.

Aturan itu juga digunakan pihak berwenang untuk melakukan penyensoran dan penumpasan terhadap unsur-unsur anti-pemerintah, termasuk aktivis oposisi.

Ribuan tersangka masih ditahan berdasarkan undang-undang darurat itu, dan belum jelas apakah mereka akan dibebaskan setelah pengumuman Rajapakse itu.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011